Wahanaadvokat.com | Muhammad Kace dituntut pidana penjara selama 10 tahun oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Ciamis, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, dan Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (24/2).
Sidang tuntutan terhadap terdakwa dalam perkara dugaan penistaan agama bernama asli Muhamad Kosman itu dibacakan oleh tim jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Ciamis, Jawa Barat.
Baca Juga:
Polda Metro Jaya Selidiki Kasus Dugaan Penistaan Agama oleh Eks Kepala Kantor Bandara
Adapun persidangan dipimpin Majelis Hakim Vivi Purnamawati. Sidang dimulai sejak pukul 09.00 WIB sampai pukul 18.12 WIB.
JPU menuntut Kace karena dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP subsidair melanggar Pasal 14 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
"Sebagaimana dalam dakwaan primair, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa M Kace selama 10 tahun penjara dikurangi selama terdakwa dalam tahanan," kata jaksa Syahnan Tanjung di persidangan.
Baca Juga:
Dugaan Penistaan Agama, Polda Metro Jaya Panggil Istri Pejabat Kemenhub
Syahnan mengatakan tuntutan ini telah melalui sejumlah tahap. Termasuk meminta keterangan dari 24 saksi dan ahli.
"Berkas tuntutan terdiri atas 1.096 halaman dibacakan dalam sidang," ujarnya.
Menurut Syahnan, perbuatan M Kace bukan bagian dari khilaf. Tapi atas kesengajaan untuk membuat onar.
"Luar biasa bohongnya, sebanyak 100 poin yang kami dapat dari tujuh video M Kace yang beredar di media sosial," tuturnya.
Adapun sidang tuntutan terdakwa M Kace sempat diwarnai aksi unjuk rasa ratusan santri, ulama, dan berbagai kalangan di luar PN Ciamis.
Massa melakukan aksi dan orasi di sisi Jalan Sudirman depan gedung PN Ciamis namun berlangsung tertib.
Majelis hakim akan melanjutkan sidang pekan depan dengan agenda pembacaan pleidoi atau keberatan terdakwa atas tuntutan jaksa.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Kamaludin Simanjuntak menilai bahwa tuntutan jaksa dengan ancaman pasal 14 ayat (1) KUHP ditengarai karena ada rasa kebencian dan tidak objektif.
Ia menuturkan, pasal yang diancamkan pun berganti dari pasal yang menjadi bahan awal laporan kasus.
"Terlebih jaksa menyebut secara tegas tidak ada hal yang meringankan untuk dipertimbangkan. Padahal terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa berlaku sopan selama persidangan. Dan terdakwa adalah korban yang diusir dari kampungnya karena membela pamannya," ujarnya. [tum]