Wahanaadvokat.com | Anggota Komisi VII DPR, Kardaya Warnika mengatakan bahwa untuk mengutip iuran kepada perusahaan batu bara tidak boleh lewat BLU, sebab BLU merupakan badan yang ada di bawah Kementerian/Lembaga.
Dia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang wacana perubahan skema suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) melalui skema Badan Layanan Umum (BLU) pungutan iuran batu bara kepada pengusaha tambang batu bara.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Jika ingin mengutip iuran, pemerintah harus membuat Undang-Undang (UU) baru berkenaan dengan kutipan iuran tersebut.
"Kami tidak setuju dengan harga pasar (belu batu bara) dan melalui BLU. Biasanya BLU nempel di Kementerian/Lembaga lalu di Universitas ada juga untuk mencari dana. Tapi itu bukan hal seperti ini,” terang Kardaya.
"Katanya konsep BLU sekarang ini akan ada pungutan. Ini harus dimengerti oleh semua orang, di negara berdasarkan hukum memungut uang harus berdasarkan UU, harus sudah ada UU. Sekarang untuk pungutan UU-nya tidak ada, jangan malah bikin geger ke depannya," tandas Kardaya.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Seperti yang diketahui, pemerintah akan mengubah konsep harga batu bara domestik untuk PLN dilepas ke harga pasar. PLN akan mendapatkan subsidi melalui kutipan iuran dari para produsen batu bara berdasarkan selisih harga.
Nah, berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, nilai pungutan ekspor batu bara ini akan dihitung berdasarkan:
1. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga pasar batu bara berdasarkan kalori yang biasa digunakan PLN 4.659 kcal/kg.
2. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga patokan atas DMO batu bara US$ 70 per ton.
3. Selisih kebutuhan yang harus dibantu melalui BLU tersebut, berarti perhitungan pada asumsi pembelian dengan harga pasar (no.1) dikurangi dengan pembelian menggunakan DMO (no.2).
4. Pungutan untuk perusahaan batu bara berasal dari selisih kebutuhan yang harus dibantu BLU (no.3) dibagi dengan jumlah produksi batu bara nasional dalam setahun, sehingga diperoleh lah besaran iuran ekspor per ton untuk setiap perusahaan batu bara.
Jadi dengan kata lain, usulan skema pungutan batu bara ini disebutkan untuk "dapat mensubsidi pembelian batu bara PLN di harga pasar."
Usulan skema iuran ekspor batu bara ini dilakukan karena dianggap memberikan sejumlah keuntungan atau win-win solution karena:
- Tidak terjadi distorsi pasar karena PLN tetap membeli di harga pasar, tapi di sisi lain beban subsidi dinilai tidak akan bertambah karena selisih harga pasar dan harga acuan DMO US$ 70 per ton disubsidi dari pungutan para produsen batu bara.
- Tidak perlu ada pembedaan royalti domestik untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hasil konversi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), sehingga dinilai akan meningkatkan Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) secara signifikan saat harga batu bara meningkat. [tum]