Wahanaadvokat.com | Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sedang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Salah satu poin revisi itu rencananya akan mengakomodasi konsep kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia.
Baca Juga:
Pakar Hukum Pidana: Terpidana Kasus Vina Bisa Pakai Kesaksian Palsu Jadi Novum
Pengamat Hukum dan Konstitusi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Wiwik Budi Wasito menilai revisi PP tersebut hendaknya memperhatikan UU Kewarganegaraan dan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Seharusnya apa-apa yang telah dituliskan oleh MK dalam pertimbangan hukum MK, itu juga menjadi landasan atau dasar hukum bagi Kemenkumham dalam rangka merevisi PP tersebut," kata Wiwik melansir CNNIndonesia.com, Kamis (19/5).
Ia mengatakan semangat yang tertuang dalam UU Kewarganegaraan merupakan kewarganegaraan tunggal yakni Republik Indonesia.
Baca Juga:
Respons Hak Angket dan Pansus DPD, Pakar Hukum: Wacana yang Menggelikan
"Intinya MK sebenarnya memperkuat adanya UU Kewarganegaraan untuk mendorong dan memastikan bahwa seluruh warga negara Indonesia (WNI) punya kewarganegaraan tunggal yaitu warga negara Republik Indonesia," ujarnya.
Wiwik menambahkan bahwa kewarganegaraan ganda atau dwi kewarganegaraan tidak diatur dalam konstitusi.
"Dwi kewarganegaraan tidak diatur dalam konstitusi. Secara jelas dan tegas kalimat yang mengatur tentang dwi kewarganegaraan juga tidak ada," katanya.
Menurutnya, Peraturan Perundang-undangan yang ada di bawah konstitusi mulai dari undang-undang hingga aturan pelaksana seperti PP harus seiring sejalan, mengacu, dan sesuai dengan konstitusi.
"Ketika semangat konstitusi kita adalah kewarganegaraan tunggal, ya sudah peraturan-peraturan yang ada di bawahnya harus mengacu ke sana juga," kata Wiwik.
Lebih lanjut, Wiwik mengatakan revisi tersebut berpotensi melanggar undang-undang dan konstitusi apabila pemerintah memenuhi kebutuhan kewarganegaraan ganda secara berkala.
"Tidak hanya melanggar undang-undang tetapi juga melanggar konstitusi," ujarnya.
Keuntungan dan Kerugian Diaspora
Terkait dengan dwi kewarganegaraan yang bakal dimiliki oleh diaspora, kata Wiwik, terdapat keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh mereka.
Keuntungan itu di antaranya yakni diaspora memiliki kebebasan untuk memilih fasilitas yang ada di masing-masing negara, baik itu pendidikan maupun pekerjaan.
"Mana yang dianggap paling menguntungkan, bisa diambil," kata Wiwik.
Sementara itu, kerugian yang akan mereka rasakan salah satunya adalah wajib pajak yang harus mereka penuhi di dua negara tersebut.
"Tapi di sisi lain juga ada kewajiban yang cukup memberatkan, contohnya soal pajak. Mereka harus membayar pajak di dua negara," ujarnya.
Selain pajak, kata Wiwik, terdapat kewajiban-kewajiban lain yang harus dipenuhi oleh diaspora. Misalnya, wajib militer.
"Kita diajarkan untuk membela tanah air, negara, dan bangsa. Apabila negara sama-sama memanggil itu kan jadi sebuah dilema tersendiri," kata Wiwik.
Wiwik mengatakan apabila dwi kewarganegaraan diterapkan di Indonesia, maka ada sejumlah risiko yang dihadapi, seperti kehilangan aset negara.
"Aset jangan hanya dilihat dari barang saja, manusianya juga aset," ujarnya
Dalam bidang olahraga misalnya, ia menyebut salah satu unsur penting dalam olahraga adalah nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme.
Menurutnya, kebanggaan dan kerelaan membela negaranya menjadi hal penting yang harus dipertaruhkan, bukan semata-mata untuk mengejar keuntungan pribadi.
"Seorang olahragawan adalah aset, apalagi jika dia punya prestasi. Ketika dia memilih untuk membela negara lain, sementara dia sendiri juga warga negara sendiri, tentu dipertanyakan patriotisme dan nasionalismenya," kata Wiwik. [tum]