Wahanaadvokat.com I Pernikahan gadis berusia 14 tahun dibubarkan petugas kepolisian di barat laut China.
Anak perempuan itu diduga dijual orang tuanya ke orang asing dengan mahar US$40 ribu (Rp575 juta).
Baca Juga:
WHO Sebut Sebagian Warga Gaza Terpaksa Konsumsi Air Got dan Pakan Ternak
Menurut Biro Keadilan lokal, gadis itu menelepon polisi di Zhongning, wilayah Ningxia, di hari H pernikahan berlangsung pada 24 November lalu. Gadis tersebut mengaku dipaksa menikah di luar keinginannya, dilansir dari CNN Indonesia, Sabtu (11/12/2021).
Unggahan di media sosial, WeChat, menyampaikan apresiasi atas kesigapan polisi dalam merespons panggilan gadis itu.
Polisi dan pejabat lokal mengunjungi keluarga pengantin laki-laki, Lee, dan menghentikan upacara pernikahan itu, demikian isi unggahan tersebut melaporkan.
Baca Juga:
Menlu Bangladesh Minta PBB Ikut Selesaikan Masalah Pengungsi Rohingya
Namun, unggahan itu telah dihapus usai memicu kontroversi di jagat maya.
Polisi mengatakan orang tua remaja itu mengembalikan mahar kepada keluarga mempelai pria setelah melalui negosiasi.
Padahal, hasil uang itu sudah dipakai untuk membeli perhiasan emas. Gadis itu kemudian dikembalikan ke orang tuanya.
Berdasarkan undang-undang, China melarang pernikahan anak usia di bawah umur.
Meski demikian belum ada sanksi yang jelas bagi mereka yang melanggar aturan tersebut.
Batas usia minimal pernikahan sah secara hukum China yakni perempuan berusia 20 tahun, sementara laki-laki berusia 22 tahun.
Pakar hukum China mengatakan, warga sipil punya hak untuk memilih dengan siapa mereka ingin menikah tanpa campur tangan atau paksaan dari luar.
Dikutip CNN, pernikahan dini merupakan tradisi masa feodal China. Bahkan hari ini, tidak pernah terdengar di daerah miskin dan pedesaan, seperti Ningxia.
Namun insiden pernikahan yang melibatkan anak perempuan 14 tahun itu mengejutkan masyarakat lokal.
Orang ramai-ramai mengkritik orang tua gadis itu karena diduga memaksa menikah. Selain itu, warga juga menuntut mereka harus dihukum.
Meski China sudah membuat aturan tersendiri soal usia pernikahan, namun sebuah laporan yang dirilis jurnal medis, The Lancet, menemukan hal berbeda.
Menurut laporan itu, tingkat usia pernikahan perempuan yang berusia 15-19 di daerah pedesaan Cina tiga kali lebih tinggi daripada di kota.
Tingkat pendidikan yang lebih rendah turut memperburuk kesenjangan tersebut.
Penulis studi itu mengatakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mengurangi risiko angka kelahiran dini untuk anak perempuan. Namun, kesenjangan pendidikan antara daerah pedesaan dan perkotaan di China juga terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Pakar mengatakan banyak masyarakat di wilayah pedesaan menggelar pernikahan dini atau di bawah umur secara simbolik dengan upacara perayaan. Namun, mereka kerap melakukan pendaftaran resmi pernikahan setelah cukup umur.
Banyak orang tua di pedesaan yang ingin anak-anak menikah sebelum merantau untuk bekerja di kota besar.
Hal tersebut kerap terjadi pada anak laki-laki yang mungkin berusaha menemukan pasangan karena ketimpangan rasio gender China.
Masalah itu makin pelik dengan kebijakan satu anak sebelumnya dan pandangan tradisional untuk anak laki-laki, yang masih mengakar di pedesaan.
Menurut data pemerintah terbaru, ada sekitar 723 juta laki-laki, dan 688 juta perempuan. (tum)