Wahanaadvokat.com I Seorang pria meyurati Presiden Jokowi, meminta keadilan terhadap dirininya.
Diketahui Wianto Leiman (57), warga Desa Sariwangi, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat menyurati Presiden Joko Widodo, mencari keadilan karena merasa diperlakukan tidak adil oleh aparat penegak hukum (APH).
Baca Juga:
Lapas Rangkasbitung Terima Kunjungan Kejari Lebak untuk Koordinasi dan Sinergitas APH
Dilansir dari detik.com, surat Wianto untuk Jokowi itu dikirim pada 1 Desember 2021 lalu ditujukan langsung ke alamat Istana Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Ia juga menyertakan perihal aduan yang disampaikannya yakni pengaduan atas ketidakadilan dalam proses penegakan hukum yang dihadapinya.
Wianto mengaku dia adalah korban ketidakadilan penegakan hukum terkait perkara tanah yang diduga kuat berkaitan dengan jaringan mafia tanah.
Pria kelahiran Surabaya itu pada awal suratnya menyampaikan salam sapaan kepada Presiden Jokowi dengan sebutan 'Yang Mulia Presiden'. Namun setelahnya Wianto menyampaikan salam bernada sindiran khas arek Suroboyo atas penegakan hukum di Indonesia yang di dinilainya jauh dari rasa keadilan masyarakat.
Baca Juga:
Ridwan Husein, Minta APH Usut Tuntas Temuan LHP BPK RI Tahun Anggaran 2023 Sebesar Rp44 Miliar
"Salam jancok atas penegakan hukum yang jancukan. Salam dari saya yang teraniaya akibat ketidakadilan penegakan hukum. Salam dari saya yang telah pupus harapan atas pencarian keadilan di negeri ini," tulis Wianto dalam awal suratnya.
Ia mengaku telah melaporkan pengambilalihan tanah miliknya yang sudah bersertifikat hak milik (SHM) di wilayah Kabupaten Subang oleh seseorang berinisial NY yang disebut-sebut merupakan orang dekat mantan pejabat negara kepada pihak kepolisian pada 2019 lalu.
Padahal NY hanya bermodal fotokopi tulisan tangan yang menyebutkan bahwa tanah seluas 17.000 meter persegi tersebut merupakan tanah warisan dari mantan suaminya yang merupakan mantan pejabat negara. Namun laporan pidana penyerobotan lahan yang dilaporkannya jalan di tempat dengan berbagai alasan.
"Saya dibuat terkejut ketika ada oknum-oknum penyidik yang tanpa malu-malu meminta sejumlah uang kepada saya untuk keperluan penyidikan jumlahnya sampai ratusan juta itu. Saya kaget kok kayak gini. Saya kasih sekali, mereka terus-terusan minta katanya untuk ini itu. Seolah saya ini ATM mereka padahal saya ini korban, saya ini pelapor," tutur Wianto di Bandung, Jumat (10/12/2021).
Wianto mengaku tidak habis pikir dengan kelakuan sejumlah oknum penyidik tersebut. Ada saja alasan mereka 'minta jatah' kepadanya yang merupakan seorang pengusaha tersebut.
"Pak besok kami mau ke lokasi, mereka minta lagi. Sering sekali tapi ternyata kasusnya enggak jalan sama sekali alias jalan di tempat. Apakah penegakan hukum yang cepat itu hanya untuk mereka yang punya akses kekuasaan dan politik. Bukankah hukum sama untuk semua orang," ujar Wianto didampingi kuasa hukumnya Rangga Bayu Malela dan Harry Fransiskus Hasugian.
Selain melaporkan secara pidana Wianto didampingi kuasa hukumnya juga berjuang melalui gugatan keperdataan hingga pada tingkat kasasi. Ia sempat menang pada gugatan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Subang. Namun entah karena apa selanjutnya Wianto dikalahkan pada tingkat banding hingga tingkat kasasi.
"Seluruh fakta-fakta yang sebenarnya sudah diputarbalikkan. Selain itu alasan-alasan dalam pertimbangan hukum untuk mengalahkan saya dan menghilangkan hak saya sangat tidak rasional dan bertentangan dengan fakta yang ada," ungkap Wianto.
"Masa sertifikat hak milik kalah sama bungkus kacang. Tanah itu sudah bersertifikat sejak tahun 83. Saya beli tanah itu dengan sah dan bukti-buktinya ada semua. Ini tiba-tiba muncul kikitir belakangan. Dan tanah itu enggak mungkin ada kikitir karena itu tanah prona, asalnya tanah negara," kata Wianto menambahkan.
Melihat fakta-fakta yang ada, ia menduga tengah berhadapan dengan mafia tanah yang disinyalir bekerjasama dengan oknum APH. Wianto mengaku dikalahkan pada tingkat banding hingga kasasi karena tak mau bernegosiasi dengan oknum pihak pengadilan dan kejaksaan.
"Untuk apa penegakan hukum kalau seperti ini. Bagaimana institusi yang terhormat dipermainkan oknum-oknum seperti ini. Makanya saya kirim surat ke presiden karena saya enggak tahu lagi harus mengadu ke mana. Harus kemana lagi mencari keadilan," ujar Wianto.
Hal yang lebih memilukan lagi adalah bahwa putusan kasasi diajukannya dan dinyatakan ditolak telah diterbitkan secara online di web Mahkamah Agung sejak Juli 2021. Namun salinan putusannya belum juga dikirimkan ke Pengadilan Negeri Subang dan kepada pengadu.
"Sehingga hak saya untuk mengambil langkah hukum dengan mengajukan PK (Peninjauan Kembali) menjadi terhalang karena hal tersebut. Ini patut diduga ada kejanggalan dalam proses hukum di MA tersebut dan menjadi pertanyaan besar bagi saya. Ada apa ini?" kata Wianto.
Namun ia percaya bahwa Presiden Jokowi akan memberikan atensi dan keadilan kepadanya terlebih Presiden maupun Kapolri telah berkomitmen untuk totalitas dalam penegakan hukum termasuk terkait mafia tanah demi memberikan kepastian hukum kepada seluruh rakyat Indonesia termasuk kenyamanan investasi kepada pengusaha seperti dirinya.
Menurutnya, saat ini Indonesia di bawah nahkoda Presiden Jokowi sedang gencar-gencarnya menggalakkan investasi guna menunjang pertumbuhan ekonomi yang berhilir pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun salah satu syarat utama dalam investasi adalah jaminan atas kepastian hukum khususnya di bidang agraria atau pertanahan.
"Lahan saya seluas 17 ribu meter ini awalnya diperuntukkan untuk industri. Namun sekarang tiba-tiba dicaplok mafia tanah seperti ini. Mana mau rekanan saya investasi di sini kalau tanahnya bermasalah," jelas Wianto.
Ia berharap 'keberaniannya' untuk melaporkan ulah mafia tanah kepada presiden ini menjadi 'trigger' atau pendobrak bagi kasus-kasus lainnya yang sering terjadi di berbagai daerah. Jika terus dibiarkan ia khawatir akan menganggu iklim investasi di Indonesia.
"Saya yakin kasus seperti yang saya alami berhadapan dengan mafia tanah ini banyak terjadi. Jika tak ada tindakan terhadap oknum-oknum nakal ini, tentu akan berdampak pada kepercayaan publik maupun investor dan menganggu iklim investasi," bebernya.
Di akhir suratnya kepada presiden, Wianto juga berharap presiden dan pemimpin institusi terkait bisa membersihkan tikus-tikus rakus yang kerap menggerogoti dan menghisap darah rakyatnya yang sedang tertimpa masalah agar Indonesia bisa lebih baik di masa depan.
"Saya mohon Yang Mulia Bapak Presiden, kiranya mau mendengarkan keluh kesah saya sebagai warga negara yang dijamin hak-haknya oleh hukum. Saya mohon kiranya agar Yang Mulia Presiden berkenan melakukan hal-hal yang saya mohon dalam bagian permohonan surat ini," tulis Wianto dalam kalimat penutup suratnya. (tum)