Advokat.WahanaNews.co | Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Hasnaeni Moein atau yang dikenal 'Wanita Emas' sebagai tersangka korupsi proyek fiktif PT Waskita Beton Precast (WBP) pada 2016 hingga 2020.
Istilah 'Wanita Emas' sudah dikenal sejak beberapa tahun silam. Dalam sebuah diskusi, Hasnaeni mengaku julukan Wanita Emas sengaja disematkan pada dirinya.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Ia menyebut Emas sebagai kependekan dari 'Era Masyarakat Sejahtera'. Julukan itu dipakai untuk mencoba maju pada Pilkada Tangerang Selatan 2010.
Saat itu, ia menggandeng Saipul Jamil sebagai pendampingnya. Namun di tengah jalan, Saipul Jamil mundur. Hasnaeni pun gagal melenggang ke panggung pemilihan.
Wanita kelahiran Makassar 17 Juli 1976 itu juga pernah mencoba mencalonkan diri pada Pilgub DKI Jakarta 2012. Namun, ia lagi-lagi gagal menjadi salah satu kandidat calon.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Kemudian Hasnaeni masuk Partai Demokrat untuk maju dalam pemilihan legislatif pada 2014. Stiker 'Hasnaeni Wanita Emas' tertempel di bus-bus kota di wilayah Jakarta kala itu.
Sayangnya, cita-cita Hasnaeni menjadi legislator kandas. Suara yang diraih tak mampu membawa dirinya menembus Senayan.
Hasnaeni kembali mencoba peruntungan dalam Pilkada DKI 2017, namun upayanya tak berhasil. Partai demokrat saat itu justru mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylvia Murni di Pilgub DKI.
Bukan hanya kali ini saja Hasnaeni berurusan dengan hukum. Nama Hasnaeni juga pernah terseret dalam kasus penipuan dan penggelapan.
Kasus itu bermula ketika Abu Arief sebagai Direktur Utama PT Trikora Cipta Jaya dikenalkan dengan Hasnaeni melalui Arifin Abas Hutasuhut untuk mengurus sanggahan banding proyek pembangunan dua ruas jalan di Jayapura pada akhir Mei 2014.
Arifin Abas membuat surat perjanjian untuk mengurus sanggahan banding yang ditandatangani Abu Arief dan Hasnaeni.
Wanita emas itu meminta Abu Arief membayarkan enam unit Iphonesenilai Rp30 juta dan menyerahkan cek BRI senilai Rp500 juta kepada dirinya.
Dalam kasus di Kejagung, Hasnaeni dijerat bersama mantan Direktur Utama PT WBP Jarot Subana dan General Manajer PT WBP Kristadi Juli Hardjanto.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, Direktur Utama PT Misi Mulia Metrikal (MMM) tersebut awalnya menawarkan pekerjaan terkait pembangunan Tol Semarang-Demak kepada WBP.
Akan tetapi Hasnaeni mensyaratkan agar PT WBP terlebih dahulu membayarkan sejumlah uang kepada PT MMM dengan dalih penanaman modal.
Selanjutnya Kristadi selaku General Manajer PT WBP membuatkan invoice pembayaran agar seolah-olah telah membeli material pada PT MMM. Sehingga atas dasar tagihan fiktif dari PT MMM maka PT WBP menyerahkan uang senilai Rp16.844.363.402.
Atas perbuatannya para Tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [tum]