WahanaAdvokat.com | Permohonan Keberatan Uji Formil dan Materil atau Judicial Review (JR) terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, yang diajukan 4 orang kader Partai Demokrat, ditolak Mahkamah Agung (MA).
MA berpendapat, masalah AD dan ART partai bukanlah peraturan perundang-undangan yang berlaku umum.
Baca Juga:
Persoalkan Aturan Nikah Beda Agama, Pemohon Dinasihati MK
Sehingga, permohonan Judicial Review tak dapat diterima atau niet onvanklijke verklaard.
Dalam keputusannya, menurut MA, AD/ART hanya mengikat ke dalam, yakni kepada anggota partai itu sendiri, tetapi tidak mengikat ke luar alias eksternal partai.
Tak hanya itu, dalam putusan MA juga disebutkan jika parpol bukanlah lembaga negara.
Baca Juga:
Pasangan Nikah Beda Agama Bersaksi di MK: Saya Senang
Karena itu, MA menyatakan dirinya tidak berwenang menguji AD dan ART parpol manapun.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum 4 kader partai yang mengajukan JR, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan dirinya tidak sependapat dengan putusan MA.
Kata Yusril, AD dan ART itu tidak sepenuhnya hanya mengikat ke dalam, tetapi ke luar juga.
Sebab, kata dia, AD parpol mengatur syarat menjadi anggota partai.
"Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut. Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara, seperti mencalonkan Presiden dan ikut Pemilu," kata Yusril, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/11/2021).
Lebih lanjut, ahli hukum tata negara itu mengatakan, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jelas mengatakan bahwa UU dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
"Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART partai, maka apa status AD/ART tersebut? Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan apabila UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART," lanjutnya.
Menurut Yusril, pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara ini terlihat sangat elementer.
Dia menilai, pertimbangan tersebut masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum untuk memahami pembentukan norma hukum secara mendalam.
Karena itu, menurut Yusril, dia dapat memahami mengapa MA sampai pada keputusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan.
"Walaupun secara akademik putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, namun sebagai sebuah putusan lembaga peradilan tertinggi, putusan itu final dan mengikat," bebernya.
Kendati begitu, mantan Menteri Sekretaris Negara RI (Mensesneg) itu mengatakan kalau dirinya tetap menghormati putusan itu, walau tidak sependapat.
Sebab, kata dia, putusan dari MA itu terlalu singkat alias sumir untuk memutuskan sesuatu yang rumit.
"Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai. Tetapi itulah putusannya dan apapun putusannya, putusan itu tetap harus kita hormati," ucap Yusril.
Yusril mengatakan, dengan adanya putusan dari MA tersebut, maka tugasnya sebagai pengacara 4 kader PD telah selesai.
Sebab, kata dia, tidak ada upaya hukum lanjutan yang dapat dilakukan setelah ada putusan JR oleh MA.
Kalau ada persoalan politik yang muncul sesudah putusan itu, dirinya yang bertindak sebagai advokat tidak dapat mencampur-adukkan antara masalah hukum dengan masalah politik.
"Tugas saya sebagai lawyer sudah selesai sesuai ketentuan UU Advokat," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) menolak uji materi atau judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat kepengurusan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, Selasa (9/11/2021).
Perkara itu sendiri tercatat dengan nomor 39 P/HUM/2021.
Tertera identitas pemohon, yakni Muh Isnaini Widodo dkk, melawan Menkumham Yasonna Laoly.
Para pemohon diketahui memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra.
Adapun majelis yang menangani perkara tersebut yakni ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi.
Objek sengketa perkara tersebut yakni AD/ART Partai Demokrat tahun 2020.
AD/ART itu diketahui telah disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD ART, pada 18 Mei 2020.
Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa:
- AD ART Parpol termasuk peraturan perundang-undangan, karena AD ART Parpol merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol) dan dibentuk oleh Parpol sebagai badan hukum publik. Pembentukan AD ART Parpol beserta perubahannya juga harus disahkan oleh Termohon, sehingga proses pembentukannya sama dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UU;
- Objek permohonan baik dari segi formil maupun materiil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu:
1. UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol)
2. UU 12/2011 jo. UU 15/2019 (UU PPP), dan
3. Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015
Sementara pendapat MA:
MA tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus objek permohonan, karena AD ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU PPP, sebagai berikut:
- AD ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal Parpol yang bersangkutan;
- Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU;
- Tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan Parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan;
"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari Para Pemohon tidak dapat diterima," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro. [dny]