Perapki.WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Komnas HAM memiliki kewenangan untuk membuat kesimpulan atas terjadinya pelanggaran HAM.
Hal demikian didasarkan pada UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Mahfud mengatakan bahwa kasus penembakan Laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 merupakan tindak pidana biasa. Ia pun menyebut kasusnya sudah dibawa ke pengadilan.
Meski demikian, Ia tak mempersoalkan bila masyarakat memiliki bukti baru atau novum atas peristiwa tersebut. Hal itu juga sudah sesuai dengan arahan Kapolri.
"Kata Pak Amien Rais saat menyambut buku putih TP4, kasus KM 50 clear tak melibatkan TNI/POLRI. Kasusnya sudah dibawa ke pengadilan sesuai temuan Komnas HAM bahwa itu pidana biasa," kata Mahfud dalam akun Twitternya @mohmahfudmd, Minggu (28/8).
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
"Komnas HAM berwenang bilang begitu berdasar UU. Meski begitu, kata Kapolri, kalau Anda punya novum, sampaikan," kata Mahfud.
Sebagai informasi, sejumlah anggota DPR turut mempertanyakan kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo soal adanya kejanggalan dalam kasus KM 50 yang mirip dengan kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu disampaikan DPR dalam rapat Komisi III bersama Kapolri pada Rabu (24/8) lalu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar al-Habsy menilai bahwa kasus Brigadir J memiliki kesamaan dengan insiden penembakan oleh aparat kepolisian di KM 50. Sayangnya, kata dia, kasus KM 50 justru tak banyak mendapat perhatian, terutama dari Presiden Joko Widodo.
Pandangan serupa juga disampaikan anggota Komisi III dari fraksi Gerindra Romo Muhammad Syafi'i. Menurutnya, insiden KM 50 mestinya bisa lebih mendapat atensi ketimbang kasus Brigadir J.
Syafi'i heran tak ada penjelasan dari polisi terkait bukti CCTV yang bilang, hingga tempat lokasi kejadian yang kini telah dihilangkan atau digusur. Menurut Syafi'i, hilangnya sejumlah alat bukti merupakan tata cara yang salah dalam menangani kasus.
Kapolri lantas mengatakan kasus tersebut sudah diproses dan ada keputusan dari pengadilan. Kendati demikian, pihaknya masih menunggu hasil banding yang tengah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Sehingga kami akan menunggu. Namun demikian apabila ada novum baru tentunya kami akan juga memproses," kata Listyo. [tum]Perapki.WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Komnas HAM memiliki kewenangan untuk membuat kesimpulan atas terjadinya pelanggaran HAM.
Hal demikian didasarkan pada UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000.
Mahfud mengatakan bahwa kasus penembakan Laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 merupakan tindak pidana biasa. Ia pun menyebut kasusnya sudah dibawa ke pengadilan.
Meski demikian, Ia tak mempersoalkan bila masyarakat memiliki bukti baru atau novum atas peristiwa tersebut. Hal itu juga sudah sesuai dengan arahan Kapolri.
"Kata Pak Amien Rais saat menyambut buku putih TP4, kasus KM 50 clear tak melibatkan TNI/POLRI. Kasusnya sudah dibawa ke pengadilan sesuai temuan Komnas HAM bahwa itu pidana biasa," kata Mahfud dalam akun Twitternya @mohmahfudmd, Minggu (28/8).
"Komnas HAM berwenang bilang begitu berdasar UU. Meski begitu, kata Kapolri, kalau Anda punya novum, sampaikan," kata Mahfud.
Sebagai informasi, sejumlah anggota DPR turut mempertanyakan kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo soal adanya kejanggalan dalam kasus KM 50 yang mirip dengan kasus tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu disampaikan DPR dalam rapat Komisi III bersama Kapolri pada Rabu (24/8) lalu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar al-Habsy menilai bahwa kasus Brigadir J memiliki kesamaan dengan insiden penembakan oleh aparat kepolisian di KM 50. Sayangnya, kata dia, kasus KM 50 justru tak banyak mendapat perhatian, terutama dari Presiden Joko Widodo.
Pandangan serupa juga disampaikan anggota Komisi III dari fraksi Gerindra Romo Muhammad Syafi'i. Menurutnya, insiden KM 50 mestinya bisa lebih mendapat atensi ketimbang kasus Brigadir J.
Syafi'i heran tak ada penjelasan dari polisi terkait bukti CCTV yang bilang, hingga tempat lokasi kejadian yang kini telah dihilangkan atau digusur. Menurut Syafi'i, hilangnya sejumlah alat bukti merupakan tata cara yang salah dalam menangani kasus.
Kapolri lantas mengatakan kasus tersebut sudah diproses dan ada keputusan dari pengadilan. Kendati demikian, pihaknya masih menunggu hasil banding yang tengah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Sehingga kami akan menunggu. Namun demikian apabila ada novum baru tentunya kami akan juga memproses," kata Listyo. [tum]