Wahanaadvokat.com I Staf Ahli Jaksa Agung, Jan S Maringka menyampaikan dukungannya terhadap amandemen Konstitusi.
Wacana amandemen konstitusi saat ini tengah menjadi isu nasional.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Eks Stafsus Mendag
Jan mengungkapkan secara kelembagaan, korps Adhyaksa sudah lama menggaungkan amandemen konstitusi, khususnya yang berkaitan dengan kedudukan lembaga kejaksaan.
"Jadi, melalui amandemen ini bagaimana kita bisa kembali menghadirkan lembaga kejaksaan dalam konstitusi kita. Kami juga menggaungkan hal itu. Pada tahun 2015 juga amandemen konstitusi kita gaungkan bersama seluruh perguruan tinggi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (13/12/2021).
Hal ini ia sampaikan dalam acara Diskusi Nasional Amandemen 1945 kerja sama DPD RI dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, di Gedung Nusantara IV Komplek Parlemen Senayan.
Baca Juga:
Korban DNA Pro Menangis Minta Keadilan di Kejari Bandung: Desak agar Uang Sitaan segera Dikembalikan
Lebih lanjut, Jan menjelaskan jika konstitusi menyatakan negara diselenggarakan berdasarkan hukum, maka kejaksaan seharusnya diatur secara jelas dalam konstitusi. Hal ini sebagaimana konstitusi mengatur lembaga kehakiman, kepolisian dan lainnya.
Namun faktanya, ungkap Jan, hal tersebut tidak terjadi di kejaksaan. Padahal sebelumnya lembaga kejaksaan diatur dengan baik dalam konstitusi negara. Selain itu, Jan menyebutkan, saat ini status lembaga Kejaksaan berubah dari yang sebelumnya sebagai alat negara menjadi lembaga pemerintah.
"Kewenangan dalam UUD RIS dan UUD Sementara, kejaksaan sudah diatur sebagai bagian dari kewenangan yudikatif dan badan peradilan," paparnya.
"Pada agenda reformasi, hakim dan kepolisian diatur dalam konstitusi. Dibentuk badan peradilan lainnya seperti MK dan KY. Yang kita lihat seolah pelaksana hukum adalah hakim. Padahal, kita harus kita lihat keseluruhan ada kejaksaan sebagai lembaga penuntut dari negara," lanjutnya.
Oleh karena itu, Jan menilai pemerintah perlu melakukan pelurusan fungsi kejaksaan sebagai pemegang diskresi penuntutan. Ia pun mendukung DPD untuk menyuarakan amandemen konstitusi guna memperkuat sistem negara.
Terlebih dari hasil penelitian yang dilakukan di 132 negara, Jan mengatakan seluruhnya mengatur lembaga kejaksaan dalam konstitusi mereka.
"Kami mendukung reformasi hukum. Saya meminta DPD RI bisa menyuarakan kembali amandemen. Ini adalah kerinduan dari lembaga kami. Kami menilai penting dan tepat untuk dilakukan amandemen konstitusi. Salah satunya adalah penguatan kejaksaan dalam sistem kenegaraan kita," paparnya.
"Jadi, kerinduan ini tidak berlebihan. Inilah bentuk negara hukum. Ini adalah jaminan kemandirian kejaksaan. Ini harus menjadi catatan bersama. Ini saat yang tepat agar keberadaan kejaksaan semakin proporsional dalam konstitusi," imbuhnya.
Di sisi lain, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Masdar Hilmy, menyampaikan para pihak tak perlu anti dengan wacana amandemen ke-5 konstitusi. Apalagi Indonesia telah memiliki sejarah amandemen konstitusi.
Dari catatannya, Indonesia sudah beberapa kali melakukan amandemen konstitusi. Sebagai perguruan tinggi, Masdar pun mengatakan lembaganya tak anti terhadap wacana amandemen konstitusi.
"Kami melihatnya dalam konteks dorongan normatif untuk kemajuan bangsa. Pemikiran untuk kemajuan bangsa itu merupakan domain kami. Dan, amandemen dalam sejarah konstitusi kita bukan tidak ada presedennya sama sekali," katanya.
Dikatakannya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara proses amandemen merupakan hal yang lumrah terjadi.
"Maka, perubahan struktur kebangsaan kita bukan aib yang harus dihindari, karena kita pernah melakukannya," katanya.
Ia menilai dalam situasi saat ini, amandemen konstitusi dapat diperlukan untuk menyempurnakan hal-hal yang kurang.
"Kita sebagai elemen bangsa menganggap perubahan yang mengarah pada kondisi perbaikan kebangsaan yang didasari pada itikad dan komitmen pada perbaikan bangsa sejalan dengan prinsip agama," jelasnya.
Dalam konteks kehidupan beragama, kata Masdar, keputusan perubahan hukum bukan merupakan sebuah aib.
"Dia adalah keniscayaan jika kita menganggap sebagai organisme yang hidup karena kita dikelilingi oleh perubahan sosial yang cepat, sehingga kita harus beradaptasi," ujarnya.
Melihat dari hal ini, Masdar menilai amandemen dapat menjadi upaya memperkecil kesenjangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Ada pandangan masyhur bahwa hukum berputar sesuai dengan illat atau rasionalitas yang mengikutinya. Artinya, hukum bisa kita ubah. Maka, sebuah proses amandemen tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu heboh atau berlebihan. Amandemen dikaji secara mendalam dan akademis maka sah saja," pungkasnya.
Sebagai informasi, acara ini dihadiri Wakil Ketua 1 DPD RI Nono Sampono, serta sejumlah senator, yaitu Sylviana Murni (DKI Jakarta), Ahmad Nawardi (Jawa Timur), Bustami Zainudin dan Abdul Hakim (Lampung), Sukiryanto (Kalbar), dan Sudirman (Aceh), Angelius Wake Kako (NTT), Leonardi Harmaini (Sumbar) dan Darmansyah Husein (Babel). (tum)