Wahanaadvokat.com | Korban begal di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan karena membunuh dua pelaku begal, S (34) disebut tidak bisa dipidana.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), Yenti Garnasih mengatakan korban sangat tidak bisa dipidana karena melakukan pembelaan terpaksa.
Baca Juga:
Sempat "Dibegal" KPU Tapteng, Peluang Masinton-Mahmud Ikuti Kontestasi Pilkada 2024 Terbuka Kembali
Menurut Yenti, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 49 KUHP yang menjelaskan mengenai tindakan pembelaan terpaksa.
"Sangat (tidak bisa dipidana), apalagi (jumlah korban) tidak berimbang dengan begalnya," kata Yenti mengutip CNNIndonesia.com, Kamis (14/4/2022).
Yenti menegaskan pembunuhan yang dilakukan S berbeda dengan kasus pembunuhan pada umumnya karena dilakukan dalam keadaan terpaksa.
Baca Juga:
Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Berhasil Diringkus, Kasat Reskrim Tegaskan Tidak Ada Begal di Wilayah Simalungun
Menurutnya, korban begal di Lombok Tengah itu mungkin tewas atau motornya diambil paksa jika ia tidak melakukan perlawanan. Korban begal itu tidak memiliki pilihan lain sehingga harus membela diri.
"Dia kan dikeroyok begal yang beberapa orang. Tidak ada pilihan, kehilangan barangnya atau bahkan nyawanya atau membela diri sampai serangan berhenti," kata pakar hukum pidana tersebut.
Yenti mengungkapkan tindakan membela diri dan menghakimi merupakan dua hal yang berbeda. Menurutnya terdapat teori peniadaan pidana dalam keadaan tertentu.