Advokat.Wahananews.co | Khawatir dampak sosial yang muncul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan penahanan terhadap Guberrnur Papua Lukas Enembe.
Salah satunya, dampak horizontal yang muncul di masyarakat.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Sebetulnya kalau main paksa gitu, mungkin bisa, tapi dampak terhadap masyarakat di sana mesti kita perhitungkan juga dong. Nanti kalau terjadi konflik horizontal, kan kita khawatir juga," kata Alex Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Selasa (20/12).
Terlebih, KPK mengatakan memprioritaskan kesembuhan Enembe yang disebut-sebut dalam kondisi kesehatan yang sangat tidak baik. Marwata membenarkan Enembe telah mengajukan untuk melakukan pengobatan ke Singapura.
"Mengajukan izin untuk berobat ke Singapura, ada surat dari dokter di Singapura, kami dari KPK menyarankan dirawat di RSPAD," kata Alex.
Baca Juga:
Skandal e-KTP Memanas Lagi, Dua Tersangka Baru Muncul
"Nanti berdasarkan rekomendasi dari dokter RSPAD kalau memang yang bersangkutan perlu ditindak ke Singapura, pasti akan kami fasilitasi," tegasnya.
Alex juga menerangkan situasi pada saat pemeriksaan Enembe di rumahnya beberapa waktu lalu. Menurutnya, banyak pendukung Enembe yang berada di sana dengan membawa panah dan sebagainya.
KPK telah menjerat Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.
Lukas telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
Lembaga antirasuah itu juga telah memblokir rekening Lukas dan istrinya. Akan tetapi, KPK sampai saat ini belum menahan Lukas karena yang bersangkutan dikabarkan tengah sakit.
Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya mengatakan pihaknya memprioritaskan kesembuhan Lukas Enembe.
"Kalaupun memang diperlukan untuk berobat ke luar negeri, maka akan tentu harus ada rujukan dari dokter dan RS Indonesia dan dikawal oleh KPK," ujarnya akhir November lalu. [tum]