Wahanaadvokat.com | Komisioner Komnas HAM Chorul Anam menyebut Jaksa Agung tidak bisa mewakili Tuhan untuk bisa menentukan apakah pemakaian atribut agama oleh terdakwa saat sidang itu menodai agama atau tidak.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan Jaksa Agung ST Burhanuddin agar tidak menggunakan prasangka sebagai landasan untuk melarang terdakwa menggunakan atribut agama saat menghadiri sidang di pengadilan.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
"Jaksa agung tidak boleh menggunakan prasangkanya. Dan dia tidak boleh mewakili Tuhan manapun untuk ngomong bahwa ini menodai agama mana," kata Anam saat ditemui wartawan di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/5).
"Karena bisa jadi ada orang memang yang berbuat jahat, di tengah proses itu langsung menyesal. Ekspresi pertobatannya bisa jadi dengan simbol keagamaan," imbuhnya.
Meski begitu, Anam mengatakan pelarangan penggunaan atribut agama di persidangan bisa dilakukan jika hal tersebut dapat memengaruhi independensi jaksa penuntut umum dan majelis hakim.
Baca Juga:
Pemantauan Kasus Vina dan Eki Dirampungkan Komnas HAM
"Mekanisme peradilan itu terpengaruh atau tidak. Jaksa gara-gara terdakwa pakai simbol [agama] gitu terus terpengaruh. Misalnya, 'aduh tadi saya salah ngomong enggak ya, nanti saya masuk neraka,' gara-gara itu, jadinya dia [jaksa] enggak bisa profesional," jelas dia.
Terkait aturan itu, pihaknya meminta agar Jaksa Agung menjelaskan latar belakang alasan pelarangan tersebut.
"Aturan Jaksa Agung itu harus dijelaskan apa pengaruhnya terhadap proses yang sedang mereka hadapi," ujarnya.
"Esensinya kita setuju untuk mengatur semua pihak [jika alasannya] agar proses peradilan independen. Tidak boleh ada pengaruh dari apapun," imbuhnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa yang mendadak mengenakan atribut keagamaan saat persidangan. Tak hanya itu, ia juga melarang jaksa menghadirkan terdakwa tersebut ke persidangan.
Upaya itu dilakukan agar tidak ada pemikiran di masyarakat bahwa atribut keagamaan digunakan oleh pelaku kejahatan di saat-saat tertentu saja.
"Imbauan itu sudah disampaikan juga dalam acara halal bihalal kemarin, Senin minggu lalu. Untuk mempertegas nanti akan dibuatkan surat edaran ke kejaksaan seluruh Indonesia," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana saat dikonfirmasi, Senin (16/5) malam. [tum]