Wahanaadvokat.com | Sidang dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp 1,4 miliar yang menjerat Eks Kepala SMA Negeri 8 Medan, Jongor Ranto Panjaitan berlangsung di Pengadilan Negeri Medan, dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Senin, (11/5/2022).
Dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa, Jongor mengaku setiap kali dana BOS cair, uang diserahkan kepadanya untuk membayar sejumlah pengadaan.
Baca Juga:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra Lestarikan Kain Tenun Lewat Job Fair 2024
"Diserahkan kepada saya karena rekanan sudah ada di sekolah. Kepada saudara Puan saya bayar. Karena kalau gak salah sekitar 93 unit komputer yang kami pesan saat itu," ujarnya mengutip dari Tribun-medan.com
Mendengar hal tersebut, lantas Majelis Hakim yang diketuai Eliwarti mencecar terdakwa mengapa pembayaran dilakukan oleh terdakwa, padahal harusnya hal tersebut dilakukan oleh bendahara.
Hal mengejutkan lainnya, terdakwa mengaku setiap pencairan dana BOS dalam satu hari uang tersebut sudah habis seluruhnya untuk membayar sejumlah pengadaan dan kegiatan.
Baca Juga:
Pelestarian Kain Tenun, Disdikbud Sultra Gelar Job Fair di Kendari
Sontak saja pernyataan tersebut membuat majelis hakim heran.
"Dana BOS ini Rp 1,3 miliar pak. Lalu ketika ditarik uang langsung habis dalam 1 hari? Anda ada tidak menyimpan sisanya?," kata hakim.
Menjawab hal itu, lantas Jongor mengaku kalau ia tidak pernah menyimpan sisa dana BOS.
"Iya majelis, ketika ditarik uang langsung habis, karena utang sudah banyak dipergunakan untuk operasional sekolah. Alat olahraga, beli kursi meja, rehab ringan, setiap tahun habis uangnya," ucapnya.
Usai memeriksa terdakwa lantas Majelis Hakim menunda sidang pekan depan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JOU) Fauzan Irgi Hasibuan dalam dakwaannya menuturkan perkara ini bermula saat SMAN 8 Medan menerima dana BOS.
Yang mana besaran dana BOS yang diterima yakni sesuai dengan jumlah siswa yang menjadi peserta didik pada SMAN 8 Medan sejumlah Rp 1,4 juta per siswa/tahun ajaran.
Dengan rincian Tahun Ajaran 2016/2017, 984 Siswa x Rp 1.400.000 = Rp1.377.600.000, 2017/2018 dengan 917 siswa (Rp1.283.800.000) serta di Tahun Ajaran 2018/2019 dengan 934 siswa (Rp 1.307.000.000).
Terdakwa melaksanakan penyaluran dana BOS setiap 3 bulan yaitu triwulan I sebesar 40 persen dari alokasi 1 Tahun Ajaran, triwulan II hingga IV masing-masing 20 persen.
"Dalam pengelolaan dan penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah, namun terdakwa tidak ada melibatkan anggota Tim BOS Sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah dalam mengelola dan menggunakan dana BOS tersebut," kata JPU.
Dikatakan JPU pada saat penarikan belanja dana BOS, terdakwa menarik dana BOS tersebut secara tunai dari rekening dana BOS sekolah dengan beberapa kali penarikan menggunakan cek.
Hingga, kata JPU terdapat sejumlah pengeluaran yang tidak diyakini kebenaran, seperti pengadaan kursi siswa sebesar Rp 35 juta, pengadaan meja sebesar Rp 18 juta, dan sejumlah pengadaan barang lainnya yang tidak diyakini keberadaannya hingga diduga mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara (Total Loss) Rp 1.213.963.200 di tahun 2017.
"Terdapat pengeluaran yang tidak diyakini kebenarannya pada pengelolaan Dana BOS SMA Negeri 8 Medan Tahun Anggaran 2018. Total Kerugian Keuangan Negara (Total Loss) Rp 244.920.500," kata JPU.
Sehingga, kata JPU akibat perbuatan terdakwa berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Inspektorat Provinsi Sumatera Utara No. Itprovsu.905/R/2019 tanggal 4 November 2019, total kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.458.883.700.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana perubahan dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidair, Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," urai JPU. [tum]