Wahanaadvokat.com | Seorang Kepala Desa Kinipan, Kalimantan Tengah Wilem Hengki didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp261.356.798,57.
Dia didakwa atas pengelolaan keuangan desa yang dilakukan tidak secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Baca Juga:
Hakim Konstitusi Dr Daniel Yusmic Foekh SH M.Hum berikan ceramah Hukum
Wilem disebut secara sengaja menganggarkan pekerjaan yang telah nyata sudah dilaksanakan tahun 2017 dan membayarkan pekerjaan itu tanpa disertai dokumen pendukung yang diperlukan untuk pencairan anggaran.
Kerugian negara itu berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diterbitkan pada 19 Mei 2021.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yakni terdakwa selaku kepala desa menyalahi kewenangannya dalam menetapkan kebijakan pelaksanaan APBDesa dan mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa sehingga memperkaya Direktur CV Bukit Pendulangan yaitu saksi Dedi Gusmanto, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp261.356.798,57," ujar jaksa penuntut umum dari Kejari Lamandau, Senin (31/1).
Baca Juga:
Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin Milik Takim CS Seakan akan Kebal Hukum
Perkara ini diawali saat saksi Emban selaku Kepala Desa Kinipan pada 2017 membuat perjanjian dengan Direktur CV Bukit Pendulangan kala itu, Ratno. Perjanjian mengenai pembangunan jalan usaha tani sepanjang 1.300 meter dan lebar jalan 8 meter dengan nilai kontrak Rp400 juta.
Jaksa berujar pembayaran proyek itu disepakati dengan pihak Desa Kinipan menganggarkan pekerjaan ke dalam APBD Desa (APBDesa).
"Bahwa pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan pada tahun 2017 namun tidak ada dibuat Berita Acara serah terima pekerjaan antara Saksi Ratno dengan Pemerintah Desa Kinipan dan Saksi Ratno selaku Direktur CV Bukit Pendulangan 2017 tidak ada membuat laporan atau pun progres pekerjaan," kata jaksa.
Pada 2018, Pemerintah Desa Kinipan yang dipimpin oleh saksi Karya tidak menganggarkan pekerjaan pembangunan jalan usaha tani yang telah disepakati oleh saksi Ratno dengan saksi Emban.
Pucuk Direktur CV Bukit Pendulangan kemudian beralih dari Ratno ke Dedi Gusmanto pada 9 Mei 2019. Sementara Willem Hengki menjabat Kepala Desa Kinipan pada 6 November 2018.
Willem, lanjut jaksa, mengeluarkan Peraturan Kepala Desa Kinipan Nomor 07 Tahun 2019 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBD) Kinipan Tahun Anggaran 2019 tanggal 23 Oktober 2019 pada poin 2.3.12 menganggarkan Pembukaan Jalan Usaha Tani sebesar Rp350.269.000.
"Terdakwa menganggarkan pembukaan jalan usaha tani dalam APBDes Kinipan dikarenakan permintaan dari saksi Ratno pada bulan Desember 2018 yang datang ke Kantor Desa Kinipan dan menagih atau merasa keberatan bahwa ada pekerjaan di Desa Kinipan tahun 2017 yang masih terutang kepada CV Bukit Pendulangan," kata jaksa.
"Bahwa penganggaran kegiatan pembukaan jalan usaha tani dalam APBDes Kinipan Tahun Anggaran 2019 adalah untuk lokasi yang sama persis dengan lokasi yang telah dikerjakan oleh CV Bukit Pendulangan pada Tahun 2017," lanjut jaksa.
Jaksa menyebut Willem memerintahkan Kaur Keuangan Desa Kinipan yang bernama Rizka Stevani untuk melakukan pembayaran secara bertahap dengan anggaran seluruhnya Rp350.269.000.
Menurut jaksa, nilai yang dapat dipertanggungjawabkan atas kegiatan pembangunan jalan usaha tani sejumlah Rp88.912.201,43. Terdiri atas biaya perencanaan, biaya pekerjaan fisik, dan pajak yang disetor ke kas negara.
"Nilai yang tidak dapat dipertanggungjawabkan diperoleh dari nilai pembayaran atas kegiatan pembangunan jalan usaha tani dikurangi biaya perencanaan dikurangi dengan biaya fisik lapangan dikurangi dengan pajak yang disetorkan ke kas negara sehingga diperoleh hasil kerugian keuangan negara sebesar Rp261.356.798,57," tutur jaksa.
Atas perbuatannya, Willem didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 KUH.
Sebagai informasi, sebelumnya Kades Kinipan Wilem Hengki ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka Polres Lamandau dengan dugaan tindak pidana korupsi dana desa. Wilem dianggap merugikan negara sebesar Rp 261 Juta, dalam proyek perbaikan jalan.
Uang tersebut digunakan membayar hutang pengerjaan jalan tahun 2017, namun baru dibayarkan tahun 2019 saat ia menjabat.
Namun, LBH Palangka Raya membantah dugaan tersebut. LBH bersama dengan Koalisi Keadilan untuk Kinipan menilai penetapan tersangka itu janggal dan merupakan upaya untuk melemahkan perjuangan masyarakat adat Laman Kinipan.
"Jika melihat fakta kasus, kami berpendapat bahwa pembayaran yang telah dilakukan di tahun 2019 merupakan pembayaran untuk pembukaan jalan Pahiyan di tahun 2017 serta pekerjaan pembersihan jalan Pahiyan di tahun 2019, sehingga tuduhan pekerjaan fiktif tak beralasan,"kata Aryo keterangan tertulis, Jumat (3/9/2021).
Kala itu pihaknya menyatakan, "Hasil Musrembang menyepakati bahwa pembayaran pekerjaan jalan Pahiyan 2017 dianggarkan pada tahun 2019 dan tertuang di dalam RKPDesa serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) 2019."
Dia menuturkan Wilem baru menjabat sebagai kepala desa sejak 2018. Pada Desember tahun itu, ia ditagih oleh mantan Kades dan pihak kontraktor terkait pengerjaan proyek 2017 tersebut. Penagihan itu tak langsung dibayarkan oleh Wilem. Ia meminta pendapat dari warga lewat musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang) Desa Kinipan pada 25 Januari 2019.
Menurutnya, pembayaran itu dilakukan usai berkoordinasi dengan sejumlah instansi seperti Dinas Pembinaan Masyarakat Desa dan Inspektorat Kabupaten Lamandau.
"Dari hasil koordinasi tersebut ditemukan satu kesimpulan bahwa pekerjaan di tahun 2017 dapat dibayarkan dengan syarat pekerjaan tersebut tidak fiktif serta tidak terjadi mark up (penggelembungan) perhitungan," ucapnya. [tum]