Wahanaadvokat.com | Tiga orang tersangka korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan (Tangsel) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Tahun Anggaran 2017 telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka ialah Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Ardius Prihantono; serta dua pihak swasta bernama Agus Kartono dan Farid Nurdiansyah.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya sudah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan pada Agustus 2021.
Kasus ini bermula pada Oktober 2017, saat Ardius menerima informasi calon lokasi lahan untuk pembangunan SMKN 7 Kota Tangsel dari Farid dan Imam Supingi, pengawas SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten.
Ardius melakukan survei lahan bersama dengan Farid, Imam, Agus Salim selaku Lurah Rengas, dan Oka Kurniawan selaku konsultan dari PT Gemilang Berkah Konsultan.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Lokasi lahan yang disurvei adalah milik Sofia M. Sujudi Rassat dan Franky dengan luas lahan sekitar 7.000 meter persegi.
"AP [Ardius Prihantono] selaku KPA diduga tidak menyusun laporan hasil survei tersebut dalam bentuk Berita Acara," kata Alex.
Sekitar November 2017, terbit Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Unit Sekolah Baru SMAN dan SMKN Banten Tahun Anggaran 2017 dengan menyebutkan Ardius sebagai Sekretaris Tim Koordinasi Pengadaan Tanah.
Satu bulan berikutnya, Ardius menerima laporan terkait penilaian tanah pengganti atas permintaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten yang terletak di Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.
"Lahan yang dinilai yaitu lahan milik Sofia M. Sujudi Rassat dengan nilai tanah sebesar Rp2,9 juta/m2 yang mana penilaian ini mengabaikan kondisi akses utama menuju lahan dari Jalan Punai I yang tertutup tembok warga," ujar Alex.
Menurut Alex, Ardius tidak melakukan pemaparan di hadapan Tim Koordinasi terkait hasil penilaian tersebut. Masih di bulan Desember 2017, Agus Kartono menghadiri musyawarah bentuk ganti kerugian tanpa memiliki kuasa khusus dari Sofia.
Namun, musyawarah pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang hanya dihadiri oleh Ardius, Agus Kartono, dan Agus Salim.
"Disepakati bahwa harga lahan sebesar Rp2,9 juta/m2 dan luas lahan 5.969 m2 sehingga total besaran nilai ganti kerugian dalam bentuk uang adalah sebesar Rp17,8 miliar," katanya.
Ardius selaku PPK diduga telah memproses dan menandatangani terlebih dulu dokumen Berita Acara Pembayaran ganti rugi lahan untuk Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMKN 7 Tangerang Selatan.
Adapun kuitansi dengan penerima pembayaran yaitu Agus Kartono di mana mestinya pemberian ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak oleh pihak yang berhak.
Selain itu, Ardius juga membayar ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2017 kepada Agus Kartono yang bukan merupakan pemilik tanah yang sah sebesar Rp 17,8 miliar.
"Sebelumnya sekitar tahun 2013, AK [Agus Kartono] diduga juga pernah membayar uang sebesar Rp 3,2 miliar kepada Sofia untuk membeli lahan di Jalan Cempaka 3 Kelurahan Rengas namun jual beli tersebut batal," ujarnya.
"Atas pembayaran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten terkait pengadaan lahan untuk pembangunan SMKN 7 Kota Tangerang Selatan yang diterimanya, AK kemudian mengirimkan uang kepada Sofia sebesar Rp 4,1 miliar. Sehingga, total uang yang diduga diterima oleh Sofia dari AK adalah sebesar Rp 7,3 miliar," sambungnya.
Alex menuturkan terdapat kerugian keuangan negara/daerah sebesar Rp 10,5 miliar sebagaimana Laporan Hasil Audit Investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Banten.
Kerugian negara terdiri dari Rp 9 miliar yang diterima oleh tersangka Agus dan Rp1,5 miliar yang diterima oleh tersangka Farid.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [tum]