Wahanaadvokat.com I Ario Pramadhi Eks Direktur Utama (Dirut) PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri.
Aario diduga terlibat dalam korupsi pengadaan barang/jasa.
Baca Juga:
DPRD Ancam Tarik Anggaran Modal Jakpro Proyek 'Mangkrak' ITF Sunter
Ternyata, kasus itu sebelumnya dipegang oleh KPK, kenapa bisa berada di Bareskrim Polri?
"Sehingga agar penanganan perkaranya tetap berlanjut, KPK melalui Kedeputian Kordinasi dan Supervisi melimpahkan perkaranya kepada Mabes Polri. Hal ini sebagai wujud nyata kerja sama dan sinergi dalam penanganan tindak pidana korupsi antar-APH," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (30/11/2021).
Ali mengatakan KPK awalnya memang menduga ada dugaan korupsi pada pengadaan barang dan jasa pembangunan Gigabit Passive Optical Network (GPON) di PT JIP pada 2017-2018. Saat penyelidikan, KPK memang menemukan unsur pidananya.
Baca Juga:
Legislator PDIP: Semua Kantor Akuntan Tak Mau Audit Formula E
"Pada proses penyelidikan tersebut KPK telah menemukan unsur peristiwa pidananya dan pihak yang diduga bertanggungjawab secara hukum atas peristiwa dimaksud," ujar Ali.
Namun saat dilakukan gelar perkara, KPK tidak menemukan adanya unsur penyelenggara negara pada kasus ini. Jadi kasus ini dilimpahkan ke Bareskrim Polri.
"Setelah melalui gelar perkara di internal KPK disimpulkan bahwa belum ditemukan pihak yang memenuhi unsur sebagai penyelenggara negara. Hal ini sebagaimana tugas dan kewenangan KPK yang dibatasi ketentuan Pasal 11 UU KPK, salah satunya terkait harus adanya unsur penyelenggara negara," katanya.
Lebih lanjut, Ali mengatakan sinergi ini dapat terus terjalin. Dia menyebut, dalam pemberantasan korupsi, memang dibutuhkan upaya bersama di antara instansi penegak hukum.
"KPK berharap sinergi ini tidak hanya terjalin kuat dalam penanganan perkara, karena pemberantasan korupsi butuh upaya massive yang saling terintegrasi melalui pendekatan strategi pencegahan, pendidikan, dan penindakan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri menetapkan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) Ario Pramadhi jadi tersangka dugaan korupsi. Dugaan korupsi oleh Ario terkait dengan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur Gigabit Passive Optical Network (GPON) oleh PT JIP pada tahun 2017-2018.
"Tersangka atas nama Ario Pramadhi (Direktur Utama PT JIP) dan Christman Desanto (VP Finance & IT PT JIP)," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono melalui keterangan tertulis, Senin (29/11).
Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) sendiri merupakan anak usaha BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang bergerak di bidang infrastruktur telekomunikasi dan jalan raya. Perusahaan ini mempunyai pengalaman dalam usaha/bidang ICT (Information and Communication Technology).
Rusdi mengatakan penyidikan terhadap kasus ini sudah dimulai sejak 8 Februari 2021. Adapun kasus ini teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP/A/0072/II/2021/Bareskrim per tanggal 5 Februari 2021.
Kronologi Dugaan Korupsi Eks Dirut Anak Perusahaan Jakpro
PT JIP merupakan anak usaha dari BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro). PT JIP diketahui bergerak di bidang infrastruktur telekomunikasi dan jalan raya.
Tidak hanya itu, perusahaan ini juga memiliki pengalaman dalam usaha/bidang ICT (information and communication technology). Kasus dugaan korupsi ini ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor).
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono membeberkan kasus ini bermula pada 2015. Begini kronologi kasus dugaan korupsi yang menjerat eks Dirut anak perusahaan PT Jakpro itu berdasarkan penjelasan Rusdi:
2015
Pemprov DKI Jakarta memberikan alokasi anggaran sebesar Rp 1,5 triliun berupa penyertaan modal daerah (PMD) Pemprov DKI Jakarta kepada PT Jakpro. Alokasi anggaran disetujui dan dicairkan melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2698 Tahun 2015 tentang Pencairan PMP PT Jakpro.
Ada 12 kegiatan rencana investasi dalam dana penyertaan modal pemerintah (PMP) pada 2015 sebesar Rp 1,5 triliun. Salah satunya kegiatan capex (capital expenditure) inbreng.
2017
PT JIP mengajukan pinjaman modal kerja untuk pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON kepada PT Jakpro. Pinjaman modal itu bersumber dari dana alokasi capex inbreng PMP Pemprov DKI dengan realisasi Rp 115.395.000.000 (Rp 115 miliar).
2018
PT JIP kembali mengajukan pinjaman modal kerja sebesar Rp 118.341.000.000 (Rp 118 miliar). Dalam pelaksanaannya, PT JIP melakukan perjanjian kerja sama pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON pada 2017 dan 2018 dengan para penyedia barang/jasa.
Penyedia barang/jasa yang dimaksud pada 2017 adalah PT Ardena Cakra Buwana (ACB). Sementara penyedia barang/jasa pada 2018 adalah PT ACB, PT Iskom Kreatif Prima (IKP), PT Towerindo Perkasa Inti (TPI).
Dalam prosesnya, Rusdi menyebut diduga ada penyimpangan yang dimulai pada tahapan perencanaan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON. Penyimpangan disebut terletak pada penyusunan Keputusan Direksi Nomor 33/JIP/SK/Kpts/XII/2016 tentang Ketentuan Pemilihan Mitra Usaha Kerjasama Perseroan dalam rangka investasi jangka panjang PT JIP.
"Diindikasikan dibuat secara backdated (diberi tanggal mundur). Selain itu, penetapan owners estimated (OE) tidak didukung dengan data yang jelas," sebut Rusdi.
Kemudian, diduga terdapat juga penyimpangan pada tahapan pemilihan penyedia barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON Tahun 2017 dan 2018 yang dinilai tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa di lingkungan PT Jakpro. Surat undangan pemilihan mitra usaha dan permintaan penawaran harga dari PT JIP kepada para penyedia barang/jasa dalam pengadaan tahun 2017 dibuat hanya sebagai pemenuhan formalitas untuk memenuhi ketentuan pengadaan.
"Penyimpangan pada tahapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON tidak dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan yang tertera dalam SPK. Kemudian pekerjaan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON terpasang, namun belum siap difungsikan," jelas Rusdi.
Rusdi menjelaskan pekerjaan pada beberapa lokasi ada yang tak terealisasi. Ada juga pekerjaan yang tak sesuai dengan syarat yang tertuang dalam surat perintah kerja (SPK).
"Pada beberapa site, ada yang tidak terpasang. Pekerjaan tambah (add work) GPON tahun 2017 pada 11 lokasi gedung tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam SPK. Dan pekerjaan GPON tahun 2018 tidak diselesaikan oleh pelaksana pekerjaan. Kemudian, terdapat pula pengetikan ulang rekening koran Bank Mandiri yang sudah dimodifikasi sejak tahun 2017 sampai September 2018 bertujuan merekayasa transaksi fiktif," sambungnya.
Sementara itu, lanjut Rusdi, berdasarkan hasil pemeriksaan kepatuhan BPK Provinsi DKI Jakarta, ditemukan penyimpangan pemberian modal PMP Pemprov DKI tahun anggaran 2015 kepada PT Jakpro terhadap pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur GPON oleh PT JIP tahun 2017 dan 2018, yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Negara diduga mengalami kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.
"Terindikasi terjadinya kerugian keuangan sebesar Rp 104.141.203.173 (Rp 104 miliar)," ucap Rusdi.
2021
Penyidik membuat laporan polisi tipe A untuk menangani kasus ini. Dugaan tindak pidana korupsi oleh Ario Pramadhi dan Christman Desanto diselidiki berdasarkan LP bernomor LP/A/0072/II/2021/Bareskrim per tanggal 5 Februari.
Pada 8 Februari 2021, Bareskrim menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Belakangan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan eks Dirut PT JIP Ario Pramadhi jadi tersangka dugaan korupsi. Dugaan korupsi oleh Ario terkait dengan pengadaan barang/jasa pembangunan infrastruktur Gigabit Passive Optical Network (GPON) oleh PT JIP pada 2017-2018.
"Tersangka atas nama Ario Pramadhi (Direktur Utama PT JIP) dan Christman Desanto (VP Finance & IT PT JIP)," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono melalui keterangan tertulis, Senin (29/11).
Rusdi menyebut polisi turut menyita sejumlah barang bukti dari PT JIP, PT Jakpro, PT GTP, dan oknum pejabat PT JIP. Di antaranya HP, laptop, serta sertifikat tanah dan bangunan.
"15 buah HP, 3 laptop, 7 CPU komputer PT JIP (disita dalam perkara pembangunan menara PT JIP), rek koran Bank Mandiri PT JIP, rek koran Bank DKI PT JIP, sertifikat tanah, dan bangunan yang berlokasi di wilayah Bekasi 3 dokumen SHM (disita dalam perkara menara), sertifikat tanah dan bangunan yang berlokasi di wilayah Bekasi 1 dokumen SHM (disita dalam perkara menara)," tuturnya.
"Dokumen PT JIP sebanyak 161 dokumen, dokumen perjanjian kerja sama antara PT JIP dengan PT ACB, PT IKP, dan PT TPI, dokumen pencairan dana PT Jakpro ke PT JIP, dan invoice pembelian material GPON," sambung Rusdi. (tum)