Wahanaadvokat.com I Pemerintah tidak bisa menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2022 menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Demikian disampaikan Ahli Hukum Tata Negara sekaligus Konsultan Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Salahudin, Said saat konferensi pers virtual, Senin (29/11/2021).
Baca Juga:
Ada Aksi 411, Polda Metro Terjunkan 3.790 Personel Pengamanan
Sebab menurut Said Salahudin, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Hal ini membuat berbagai aturan turunannya yang berkriteria strategis dan berdampak luas, termasuk PP Pengupahan, tidak bisa digunakan.
"Kenapa PP 36 tidak bisa digunakan? Karena dia kehilangan payung hukumnya. Merujuk pada putusan MK, kalau dikaitkan pada persoalan upah, tidak dibenarkan bagi penyelenggara negara melakukan pengambilan kebijakan strategis yang berdampak luas dengan mendasarkan pada norma UU Cipta Kerja yang secara formal telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat," ujar Said.
Dengan begitu, penetapan UMP 2022 yang sudah dilakukan menteri dengan merujuk pada PP 36/2021 seharusnya batal. Selanjutnya, ketentuan pengupahan seharusnya kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan atau aturan sebelumnya.
Baca Juga:
Bulan Depan, Ribuan Buruh Akan Demo Tolak Kenaikan Harga BBM
"Oleh sebab itu, kebijakan pengupahan yang akan diberlakukan untuk 2022 pasca-putusan MK harus tetap merujuk pada ketentuan di UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan soal pengupahannya kembali pada PP 78/2015," terang dia.
Presiden KSPI Said Iqbal menuturkan pemerintah juga tidak boleh menerbitkan aturan baru terkait pengupahan ini. Sebab, hal ini juga merujuk pada putusan MK.
"Secara umum, UU Cipta Kerja tetap berlaku secara umum, tapi secara khusus, menurut amar putusan nomor 7 kalau dia strategis dan berdampak luas, maka harus ditangguhkan dan tidak boleh diterbitkan aturan baru," kata Said.
Lebih lanjut, Said meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para menteri tidak salah menyikapi putusan MK. Pasalnya, MK menyatakan tidak perlu ada perubahan peraturan, tetapi memperbaiki prosedur karena UU Cipta Kerja disusun dengan prosedur yang cacat.
"Oleh karena itu, kita berbeda pendapatan dengan pemerintah, Bapak Presiden, dan para menteri terkait menyikapi putusan MK. Dan para menteri jangan menafsirkan akan mengubah semua peraturan," tandasnya. (tum)