Oleh Dr FIRMAN T ENDIPRADJA
WahanaAdvokat.com | Tujuan peringatan Hari Pahlawan adalah untuk mengenang kembali jasa dan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Baca Juga:
Polemik Bisnis PCR, Erick Thohir Siap Dipanggil KPK
Perjuangan para pahlawan ini sampai pada puncaknya saat peristiwa heroik di Surabaya tahun 1945 yang memakan banyak korban.
Perjuangan ini ditempuh sebagai bentuk mempertahankan kemerdekaan terhadap kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
Memaknai hari Pahlawan tahun ini, diwarnai oleh berbagai keprihatinan dan permasalahan, khususnya terkait ekses pandemi.
Baca Juga:
Dituding Bisnis PCR, Luhut Siap Diaudit
Diawali dengan langka dan mahalnya masker diawal masuknya pandemi Covid-19 ke Indonesia, kemudian mahal dan langkanya obat/vitamin untuk kekuatan bodi, adanya dugaan keterlibatan 3 orang staf KSP dalam peredaran obat Ivermectin, rencana vaksin berbayar, wajib vaksin penerbangan, dan terakhir keterlibatan beberapa orang Menteri dalam bisnis PCR.
Pengguna vaksin, PCR, test antigen, obat, vitamin penangkal Covid, sembako bantuan sosial adalah konsumen yang harus dilindungi hak-haknya, baik yang diatur dalam hukum nasional (UU No. 8/1999), maupun internasional (Declaration of Consumer Right dan Resolusi PBB 1985).
Di Indonesia, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
BPKN sebagai sebuah lembaga yang bertugas memberikan saran, masukan dan pertimbangan kepada pemerintah dalam membuat kebijakan perlindungan konsumen, saat ini tengah mengadakan Indonesia Consumer Protection Award/ICPA, yaitu pemberian apresiasi/penghargaan kepada stakeholder, termasuk unsur pemerintah dan pelaku usaha yang selama ini telah peduli terhadap perlindungan konsumen (menjadi "pahlawan" perlindungan konsumen).
Berita tentang sejumlah Menteri dilaporkan ke KPK soal dugaan bisnis PCR membuat kita miris.
Adalah Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) akan melaporkan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan keterlibatan dalam bisnis tes Covid-19 Polymerase Chain Reaction (PCR), dan mereka pun akan membawa sejumlah bukti-bukti, Kamis (4/11/2021).
Sebelumnya, eks Direktur YLBHI, Agustinus Edy Kristianto, menyebut sejumlah Menteri terlibat bisnis tes PCR itu terafiliasi dengan sebuah perusahaan penyedia jasa tes Covid-19 yang didirikan oleh sejumlah perusahaan besar di mana badan hukumnya adalah PT yang tujuannya adalah mencari laba, sementara yang berbisnis adalah yang membuat kebijakan.
Di sisi lain penggunaan anggaran pandemi yang begitu besar membuat masyarakat bertanya-tanya ke mana aliran dana itu tersalurkan, karena untuk membeli vitamin/obat-obatan, masker dan test PCR/antigen saja harus bayar sendiri.
Kasus korupsi bansos yang diduga melibatkan anggota legislatif dan petinggi partai pun tidak terdengar lagi suaranya, sementara rakyat masih ingat kasus bisnis kartu pekerja digital yang merugikan 5,6 triliun juga tidak terdengar.
Demikian faktanya mengisyaratkan bahwa political will pemerintah dalam memproses masalah ini, termasuk penegakan hukum bagi para pelaku, masih lemah.
Untuk itu kita sepakat, bahwa daripada menjadi bola liar, perilaku para pejabat publik ini lebih baik dilaporkan ke KPK, karena mereka punya kewenangan untuk menyelidiki dugaan tersebut.
Rakyat sebagai pemegang kedaulatan, selain berhak melaporkan ke KPK (proses pidana), juga bisa mengajukan mosi tidak percaya terhadap para pejabat yang terlibat tersebut, kepada Presiden sebagai pemegang amanat rakyat.
Sesuai dengan asas praduga tak bersalah, semua menteri/pejabat negara yang terkait praktik bisnis PCR itu harus secara gentleman membuktikan di pengadilan bahwa mereka tidak bersalah.
Argumentasi dalam membantah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para pejabat publik pencari keuntungan/berbisnis dalam suasana musibah atau saat masyarakat tengah menghadapi bahaya Covid-19 adalah sebuah tindakan yang tidak bisa diterima akal sehat maupun logika hukum.
Sangat tidak bermoral menjadikan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis di tengah rakyat yang lagi susah.
Diharapkan dalam peringatan Hari Pahlawan kali ini dapat mengusir perilaku-perilaku penjajah baru dari muka bumi Indonesia dalam bentuk keserakahan dan penyalahgunaan kekuasaan yang telah menyengsarakan rakyat banyak.
Seyogyanya institusi penegak hukum selain KPK, Kejaksaan Agung, Polisi, BPK, termasuk KPPU untuk segera memeriksa skandal besar ini, paling tidak terkait monopoli dalam hal persekongkolan harga.
Terlebih saat ini UU Covid khususnya tentang kekebalan hukum bagi koruptor dana Covid telah dicabut MK.
Jangan sampai masyarakat menstigma ada konspirasi upaya pembiaran dari lembaga yang berkompeten untuk memeriksa skandal besar ini.
Perbuatan ini merupakan bencana nasional sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa yang jauh dari nilai-nilai kepahlawanan maupun nilai-nilai Pancasila. (Dr Firman T Endipradja, Wakil Ketua Komisi 2 Bidang Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN, Dosen Hukum Perlindungan Konsumen & Kebijakan Publik Pasca-Sarjana Universitas Pasundan) [dny]