Wahanaadvokat.com | Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram bagi uang kripto (cryptocurrency), seperti Bitcoin, sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar.
Menanggapi isu ini, COO Tokocrypto Teguh Hermanda mengatakan menghargai apapun keputusan fatwa yang ada. Namun ia menyatakan tidak akan berhenti untuk mengedukasi hal-hal yang berhubungan dengan kripto.
Baca Juga:
Iran Eksekusi Mati 4 Pria Gara-gara Kerja Sama dengan Israel
"Tapi fatwa bukan akhir dari semuanya, itu hanya rekomendasi tapi kami tetap menghargai. Itu bagian dari pendapat cendekiawan muslim," katanya, dalam acara penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) di T-Hub Batubelig, Bali, Kamis (20/01/22).
"Kita tidak akan berhenti mengedukasi tentang kripto, baik ke public maupun agamawan," ujarnya.
Teguh mengatakan pendekatan crypto di Indonesia itu pendekatan sebagai komoditas, sehingga aturan sebagai komoditas ini selalu dikenalkan.
Baca Juga:
Meninggal Mendadak, Segini Harta yang Ditinggalkan Juragan Kripto
"Regulator menganggap fatwa tertentu akan mengikuti aturan tertentu, di Indonesia ada payung hukum resminya, rekomendasi dari alim ulama tidak akan jauh. Kita punya aturan hukum, adanya fatwa dan rekomendasi ini pendukung dari aturan tersebut," paparnya.
Teguh menyatakan mereka terus berkomunikasi ke pemerintah, Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), hingga ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia (Bappebti), agar regulator juga terus memberikan masukan soal kripto kepada organisasi muslim tersebut.
"Kita sebetulnya kaget karena fatwa ini berulang lagi. Tidak berbedalah pola komunikasi kita. Apa yang dibutuhkan alim ulama itu butuh penerapannya apa, crypto ini transaksi jual beli, ini kita anggap angle berbeda, ada teknologi yang bisa digunakan lebih luas lagi. ini yang harus kita kasih informasi," tambahnya.
Sebelumnya, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengungkap dua alasan atas fatwa haram uang kripto. Mereka menganggap uang kripto memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam, seperti adanya sifat spekulatif yang sangat kentara.
Sebagaimana diketahui, nilai bitcoin ini sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar.
Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan). Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset (aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain).
Selain itu, sebagai alat tukar mata uang, kripto mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama ridha atau ikhlas, dan tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku. Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah. [tum]