WahanaAdvokat.com | Dua terpidana mati di Jepang menggugat negara gegara pemberitahuan pelaksanaan hukuman diterbitkan tepat di hari H eksekusi.
Kedua terpidana itu menganggap notifikasi eksekusi di hari H "tidak manusiawi" sehingga menuntut perubahan. Melalui pengacara mereka, Yukata Ueda, kedua terpidana mati itu mengajukan gugatan di pengadilan distrik Osaka.
Baca Juga:
Pertama di Dunia, AS Eksekusi Terpidana Mati Pakai Gas Nitrogen
"Terpidana mati menjalani kehidupan dalam ketakutan setiap pagi bahwa hari itu akan menjadi hari terakhir mereka. Ini sangat tidak manusiawi. Jepang benar-benar tertinggal dari komunitas internasional dalam hal ini," kata Ueda pada Kamis (4/11).
Jepang merupakan satu dari dua negara maju kelompok G7 yang masih melegalkan hukuman mati. Selain Jepang, Amerika Serikat juga menerapkan hukuman serupa.
Hukuman mati di Jepang dilakukan dengan cara menggantung narapidana. Selain itu, pihak berwenang juga baru akan memberi tahu waktu eksekusi kepada setiap terpidana mati di hari H hukuman dilaksanakan.
Baca Juga:
Soroti Eksekusi Mati di Iran, HAM PBB: Pembunuhan yang Disetujui Negara
Dalam gugatannya, kedua terpidana mati itu juga menuntut kompensasi sebesar 22 juta yen (Rp2,7 miliar) kepada negara.
Ueda mengatakan tidak ada undang-undang yang mengamanatkan bahwa narapidana hanya dapat diberi tahu soal eksekusi mati beberapa jam sebelum terjadi.
Menurutnya, praktik itu bertentangan dengan hukum pidana Jepang.
"Pemerintah pusat telah mengatakan ini dimaksudkan untuk menjaga tahanan dari penderitaan sebelum eksekusi mereka, tapi itu bukan penjelasan dan masalah besar, dan kita benar-benar perlu melihat bagaimana mereka menanggapi gugatan ini," kata Ueada seperti dikutip Reuters.
"Di luar negeri, para tahanan diberikan waktu untuk merenungkan akhir hidup mereka dan mempersiapkan mental. Seolah-olah Jepang berusaha sekeras mungkin untuk tidak memberi tahu siapa pun," paparnya menambahkan.
Saat ini ada 112 orang yang dijatuhi hukuman mati di Jepang, kata Kementerian Kehakiman, meskipun tidak ada yang dieksekusi selama hampir dua tahun. Jajak pendapat publik secara teratur menunjukkan sebagian besar penduduk mendukung hukuman mati, yang biasanya dikenakan dalam kasus pembunuhan brutal dan kasus-kasus tertentu yang melanggar kepentingan nasional.
Ueda berharap gugatan itu bisa memicu diskusi di Jepang tentang masalah hukuman mati.
"Sistem ini sangat keliru dan kami ingin publik memperhatikan masalah ini," tambahnya. [dny]