Oleh: Jhon SE Panggabean, SH., MH.
Pemberitaan dibeberapa Media online dan youtube baru baru ini, seorang Pengacara/Advokat dijadikan tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung dengan tuduhan menghalangi penyidikan kasus korupsi.
Baca Juga:
Rahmansyah Siregar SH & Partners Berhasil Menangkan Gugatan Perkara Perdata Sengketa Lahan
Dalam berita dan video tersebut seorang Advokat telah dijadikan tersangka bahkan ditahan dengan tuduhan menghalang-halangi atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan tindak pidana korupsi, dimana advokat dituduh telah mempengaruhi dan mengajari ketujuh orang saksi pada saat penyidikan supaya saksi-saksi yang nota bene kliennya tersebut menolak untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
Tanpa bermaksud mengintervensi penyidikan oleh Kejaksaan Agung, namun karena peristiwa tersebut menyangkut Advokat yang menjalankan tugas profesinya, maka hal ini perlu dibahas.
Adapun tuduhan tersebut jelas sangat sumir dan tuduhan mempengaruhi agar tidak memberikan keterangan, apakah serta-merta kepada advokat dapat dikategorikan menghalang-halangi penyidikan? Apalagi yang dituduhkan adalah tentang sikap dan tindakan klien dari seorang Advokat yang menolak memberikan keterangan sebagai saksi dalam penyidikan.
Baca Juga:
Polisikan Advokat LBH Jogja, Pengacara Alumnus UII Buka Suara soal
Dalam prakteknya contoh merintangi penyidikan adalah suatu peristiwa misalnya Jaksa memanggil seorang saksi atau hendak menangkap tersangka yang merupakan klien dari Advokat, namun advokat tersebut menyembunyikan saksi atau tersangka atau Advokat tidak memperbolehkan Jaksa menangkap tersangka, hal tersebut barulah tepat dikategorikan menghalang-halangi atau merintangi penyidikan.
Sehingga alasan penetapan Tersangka dan penahanan advokat karena advokat mempengaruhi dan mengajari supaya saksi-saksi menolak untuk memberikan keterangan sebagai saksi, jelas ini sangat subjektif sekali penilaiannya karena seorang saksi mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan dihadapan penyidik.
Oleh karenanya menjadi pertanyaan terutama dikalangan Advokat, apa urgensinya sehingga pihak Kejaksaaan Agung harus menahan Advokat tersebut, apalagi Advokat adalah mitra Jaksa dalam menegakan hukum dan keadilan yang merupakan sesama penegak hukum, sekalipun tugas dan peranan masing-masing berbeda, dimana Jaksa selaku penyidik sekaligus penuntut umum dalam perkara korupsi dan Advokat selaku pembela.
Lain halnya apabila suatu peristiwa seperti yang sudah disebutkan tadi misalnya advokat secara fakta menyembunyikan tersangka atau peristiwa Advokat tertangkap tangan melakukan suap-menyuap dalam penanganan suatu perkara seperti yang pernah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap oknum penegak hukum advokat bahkan oknum hakim.
Seandainyapun ada Advokat yang menyuruh kliennya untuk menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan Jaksa, maka Advokat tersebut tidaklah tepat dikategorikan menghalangi atau merintangi Penyidikan.
Perlu dipahami oleh lembaga penegak hukum termasuk Jaksa, bahwa Advokat sehubungan dengan menjalankan tugas profesinya dilindungi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (UU Advokat) Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 yang mengatur tentang hak imunitas Advokat dalam pasal 16 UU Advokat secara tegas menyatakan:
”Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.
Sehingga peristiwa penetapan Tersangka dan penahanan terhadap Advokat dalam rangka menjalankan tugas profesinya bertentangan dengan UU Advokat Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013.
Sehingga hal tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi Advokat dalam rangka menjalankan tugas profesinya ke depan.
Seluruh Organisasi Advokat Indonesia Pertahankan Hak Imunitas Advokat
Oleh karenanya seluruh Organisasi Advokat Indonesia tanpa melihat latar belakang di organisasi mana advokat yang bersangkutan bernaung, sudah saatnya bersatu untuk mempertahankan pelaksanaan hak imunitas Advokat serta untuk melindungi seluruh advokat dalam menjalankan tugas profesinya.
Dalam rangka mengimplementasikan UU advokat tentang hak imunitas Advokat serta mencegah maraknya peristiwa yang menyangkut Advokat dalam menjalankan tugas profesinya yang dijadikan saksi atau Tersangka, maka pemanggilan terhadap Advokat baik sebagai Saksi ataupun Tersangka oleh penyidik, termasuk oleh penyidik Kejaksaan Agung dalam perkara korupsi seyogyanya melalui Organisasi Advokat, sebagaimana yang telah pernah berlaku selama ini sebelum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) terpecah menjadi tiga yakni sesuai Memorandum of Understanding ( MoU) antara Kapolri dengan PERADI berkaitan dengan proses pemanggilan seorang Advokat sebagai saksi atau Tersangka.
Belum lama ini juga telah terjadi ada Advokat yang diproses penyidik sehubungan dengan laporan sesama Advokat (koleganya) dan perkara tersebut sampai P-21, bahkan disidangkan.
Padahal peristiwa yang didakwakan merupakan peristiwa berhubungan dengan sesama Advokat dalam menjalankan profesinya.
Apabila sejak awal pemanggilan dalam perkara tersebut melalui organisasi, maka perkara tersebut tidak seharusnya sampai ke persidangan tapi cukup diselesaikan melalui organisasi. Sekalipun akhirnya atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Advokat tersebut, Majelis Hakim menerima keberatan dari terdakwa/penasihat hukum dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili serta membebaskan terdakwa dari penahanan kota.
Jelas hal ini sudah menghabiskan tenaga, waktu, dan biaya yang seyogyanya tidak perlu terjadi. Apalagi perkara tersebut kemudian dilimpahkan lagi oleh Kejaksaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Contoh lainnya, belum lama ini juga terjadi Advokat Sudarmono dijemput Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Surabaya usai mengikuti persidangan.
Ia dijemput untuk melaksanakan vonis Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yakni 3 tahun 6 bulan penjara terhadap Advokat Sudarmono dan Rekannya.
Perkara ini jelas terkait dengan menjalankan tugas profesinya, yakni melakukan pengaduan terhadap seorang Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Gresik, sesuai dan berdasarkan surat kuasa yang diberikan kliennya.
Namun karena laporan tersebut tidak terbukti kemudian Sudarmono Cs dilaporkan dengan tuduhan tindak pidana pemalsuan.
Advokat dan Organisasi Advokat tentu menghargai putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tersebut, namun karena peristiwa tersebut adalah atas pengaduan berdasarkan surat kuasa yang diberikan kepada Advokat, maka putusan tersebut juga bisa menjadi preseden buruk bagi seluruh Advokat yang menjalankan tugas profesinya.
Sehingga terhadap putusan tersebut haruslah dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dan Organisasi Advokat terutama dimana Advokat Sudarmono Cs bernaung haruslah memberikan perlindungan hukum secara maksimal.
Tentang pemanggilan terhadap Advokat, Ketua Umum PERADI SAI Dr. Juniver Girsang, SH.,M.H., juga sudah pernah membicarakan hal ini kepada Kapolri yang sebelumnya.
Namun timbul pertanyaan kepada PERADI mana Kapolri membuat perpanjangan MoU tersebut? Itulah alasannya sehingga MoU tidak diperpanjang lagi.
Dengan terpecahnya PERADI, dan banyaknya Organisasi Advokat yang hingga saat ini lebih dari 30 (tiga puluh), tentu apabila diterapkan pemanggilan melalui organisasi, maka penyidik pastilah kesulitan untuk memanggil seorang Advokat, karena kepada PERADI yang mana atau organisasi Advokat mana panggilan ditujukan.
Oleh karenanya sudah saatnya Organisasi Advokat terutama PERADI dan Advokat seluruh Indonesia bersatu demi Wibawa Advokat serta untuk melindungi seluruh anggotanya. (tum)