WahanaAdvokat.com | Mahkamah Agung Iran menguatkan hukuman mati dalam kasus perzinahan, terhadap seorang pria berusia 27 tahun dan kekasih prianya yang berusia 33. Hukuman mati ini dijatuhkan usai ayah mertua pria itu menolak memberi pengampunan.
Kasus ini bermula ketika istri pria tersebut memberikan bukti video perselingkuhan suaminya kepada polisi di awal tahun ini. Seperti dikutip dari Times of Israel, Senin (8/11/2021), sang istri telah meminta pengadilan untuk membebaskan pasangan gay itu dari hukuman mati.
Baca Juga:
Selama Januari-Juni 2024, Kejati Sumut Tuntut 44 Terdakwa Kasus Narkoba dengan Hukuman Mati
Tetapi, ayah wanita itu tetap menuntut agar hukuman mati dijatuhkan dan pengadilan memenangkan keinginan sang ayah. Hukum Iran menetapkan, bahwa jika keluarga korban memaafkan terdakwa dalam kejahatan berat, terpidana dapat diampuni atau diberikan hukuman penjara.
Di bawah interpretasi hukum syariah Islam yang berlaku sejak revolusi Iran 1979, perzinahan dapat dihukum dengan rajam. Tetapi, Teheran mengubah undang-undang tersebut pada tahun 2013 untuk memungkinkan hakim memerintahkan metode eksekusi alternatif, biasanya berupa hukuman gantung.
Tidak jelas bentuk eksekusi apa yang diperintahkan pengadilan dalam kasus ini. Menurut kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesty International, Iran melakukan 246 eksekusi tahun lalu. Dari jumlah itu, hanya satu yang digelar di depan umum. Tidak ada rincian jumlah eksekusi mati yang dilakukan untuk perzinahan.
Baca Juga:
JPU Pasaman Tuntut Pidana Mati Terhadap Tiga Terdakwa Narkoba Sabu-Sabu di Sumbar
Iran dianggap sebagai negara dengan tingkat eksekusi tertinggi per kapita. Namun, Iran mengklaim bahwa jumlah eksekusi "dibesar-besarkan" oleh kelompok HAM dan bahwa eksekusi mati dilakukan hanya "setelah prosedur pengadilan yang berlarut-larut." [dny]