Wahanaadvokat.com | Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti
Pengusiran warga terhadap NN (28), perempuan bersuami dua di Cianjur, Jawa Barat. Kasus ini dinilai bukan poliandri.
Baca Juga:
Mensos Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah Harus Dihukum Berat
Pengusiran itu terjadi di Kampung Sodong Hilir, Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur baru-baru ini.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menegaskan kasus NN belum bisa disebut poliandri apabila berdasarkan kronologis sementara, NN diam-diam menikah siri dengan UA (32) yang merupakan warga Desa Babakancaringin, Karangtengah, Kabupaten Cianjur, tanpa persetujuan suami sah, yakni TS (49).
Sementara baik poliandri dan poligami, menurutnya, merupakan kondisi pernikahan dengan syarat tertentu, di antaranya persetujuan seluruh pihak baik dari suami maupun istri.
Baca Juga:
Petinggi Partai di Kota Bekasi Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Begini Kronologinya
"Yang jelas bukan poliandri ya, karena kalau poliandri itu kan diketahui oleh kedua suami, sama dengan poligami sebetulnya konsepnya," melansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (17/4).
Dia menilai warga seharusnya memberikan ruang bagi NN untuk menjelaskan motif dirinya memutuskan untuk menikah siri dengan suami kedua.
Selain itu, Mariana menduga kemungkinan ada diskriminasi gender dalam aksi main hakim warga terhadap NN.
"Kita juga perlu tahu penyebab NN menikah diam-diam ini apa, karena kita tidak bisa langsung menghakimi, ya. Jadi apakah sebabnya perselingkuhan untuk kepentingan nafsu atau NN lari karena mungkin dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Ini yang harus kita dalami," kata Mariana.
Mariana mengatakan Komnas Perempuan belum menerima aduan terkait kasus ini. Selain itu, menurutnya, perlu ada pendalaman lebih lanjut. Apakah motif aksi main hakim sendiri terjadi karena sosok NN yang merupakan perempuan atau memang karena kekesalan terhadap perbuatan NN.
Apabila motif warga 'menyerang' NN karena dia perempuan sehingga dianggap lemah, maka ia mengecam aksi itu.
Namun apabila aksi itu didasari motif lain dan termasuk kriminalitas, maka ia menyerahkan kasus ini pada pihak berwajib.
"Komnas Perempuan kan selalu melihat sesuatu itu berdasarkan berbasis gender ya, kalau tidak ada berbasis gender itu bukan wilayah kami. Dan tidak semata-mata karena dia perempuan, tapi apakah ada kekerasan dan diskriminasi gender yang terjadi itu yang perlu kita soroti," jelasnya.
Mariana juga menyoroti diskriminasi gender dalam konsep poliandri di Indonesia. Dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kendati negara menyatakan asas pernikahan Indonesia monogami, namun ada ketentuan poligami dengan syarat tertentu yang diperbolehkan dilakukan oleh laki-laki.
Asas monogami juga dipertegas dalam salah satu syarat perkawinan yakni Pasal 9, bahwa seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali dalam hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4.
Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Sementara poliandri tidak disebutkan dalam UU Perkawinan.
"Sebenarnya UU Perkawinan ada pembatalan perkawinan atau perceraian menurut saya sudah cukup menyatakan seseorang bisa mengakhiri perkawinan. Kalaupun mau lebih dari satu ada aturannya, kecuali perempuan yang tidak boleh," ujar Mariana.
"Namun pada kenyataannya, banyak laki-laki menikah siri padahal tidak meminta izin resmi istri sahnya sehingga membatalkan syarat, jadi sama saja. Karena kebanyakan statusnya begitu, tapi mereka klaimnya poligami," imbuhnya.
Tokoh masyarakat Desa Tanjungsari Aep Ibing (60) sebelumnya mengatakan NN yang masih berstatus istri TS (49) diam-diam menikah siri dengan UA (32). Pernikahan siri NN dengan UA tersebut menurutnya dilakukan tanpa sepengetahuan TS.
NN diketahui menikah dengan suami keduanya di Desa Babakancaringin pada Desember 2021 lalu dengan melibatkan seorang ustaz setempat. Namun, kasus pernikahan kedua NN baru terbongkar pada 10 Mei 2022. Seorang keluarga TS menelusuri isu pernikahan antara NN dengan laki-laki lain.
Menurut Aep, dengan terbongkarnya kasus ini, TS kemudian menyatakan cerai dan menjatuhkan talak 3 kepada NN. Warga yang simpatik terhadap TS dan kesal atas perbuatan NN kemudian ramai-ramai mendatangi rumah orang tua, lalu mengusir NN dan keluarga dari kampung.
NN bersama keluarganya meninggalkan rumah di Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaluyu pada Jumat 15 Mei lalu. [tum]