Wahanaadvokat.com I Peningkatan status kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu ke tahap penyidikan tidak perlu menunggu keputusan Dewan.
Hal itu ditegaskan Anggota Komisi III DPR Taufik Basari alias Tobas.
Baca Juga:
Kasus Vina-Eki Cirebon: Kesimpulan Komnas HAM Simpulkan 3 Pelanggaran Polisi
"Tindak lanjut hasil penyelidikan Komnas HAM atas pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu menunggu keputusan DPR," ujar Taufik melalui keterangan tertulis, dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (29/11).
Menurutnya, kewenangan DPR adalah mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM adhoc untuk pelanggaran HAM masa lalu, bukan untuk menentukan hasil penyelidikan Komnas HAM dapat ditingkatkan menjadi penyidikan atau tidak.
"Menindaklanjuti hasil penyidikan Komnas HAM menjadi penyidikan adalah kewenangan Jaksa Agung. Karena itu laksanakan lah kewenangan pro yustisia itu berdasarkan hukum," kata Taufik.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
Ia menambahkan bahwa keputusan DPR untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc dilakukan setelah penyidikan oleh Kejagung dilakukan. Sebab, menurutnya, Kejaksaan adalah aktor kunci dalam penuntasan pelanggaran HAM masa lalu.
Pemaparan Taufik tersebut didasari oleh Pasal 43 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menyebutkan bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU ini berlaku akan diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan pengadilan HAM ad hoc akan dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
Taufik juga meminta sekaligus mendukung perintah Jaksa Agung kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) agar segera membuat langkah strategis dan terobosan progresif untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu.
"Segera tuntaskan pelanggaran HAM masa lalu karena ini adalah utang politik kita kepada bangsa ini," ujar Taufik.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa terdapat 9 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kategori berat yang membutuhkan persetujuan atau permintaan dari DPR untuk menyelesaikannya.
Menurut Mahfud, UU tentang Peradilan HAM menjelaskan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sebelum tahun 2000 harus atas permintaan DPR RI. Bila DPR menganggap rekomendasi Komnas HAM perlu ditindaklanjuti, lanjut Mahfud, maka DPR bisa menyampaikan ke presiden.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sendiri mengklaim memulai penyidikan sejumlah kasus yang sudah diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Saya sebagai Jaksa Agung, selaku penyidik HAM Berat mengambil kebijakan penting, yaitu tindakan hukum untuk melakukan penyidikan umum perkara pelanggaran HAM berat masa kini guna menyempurnakan hasil penyelidikan Komnas HAM," kata dia, Kamis (25/11), tanpa merinci kasus-kasus HAM itu.
Menurutnya, kebuntuan dalam menuntaskan perkara HAM selama ini terjadi karena hasil penyelidikan Komnas HAM dinilai belum sempurna untuk dinaikkan ke tahap penyidikan. (tum)