Wahanaadvokat.com I Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Arief Hidayat mewanti-wanti mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta untuk tidak menjadikan hukum sebagai komoditas, apalagi sampai memperjualbelikan hukum.
"Saya berpesan pada mahasiswa hukum jangan pernah jadikan hukum sebagai komoditi saudara-saudara apabila kelak nanti sudah bekerja sebagai advokat, notaris, dan lainnya. Praktik hukum jangan diperjualbelikan!" ungkap Prof. Arief seperti dikutip dari laman UNS, Senin (6/12/2021).
Baca Juga:
PTUN Menangkan Anwar Usman, Waka Komisi III DPR RI: Putusan MKMK Cacat Hukum
Sebagai negara hukum, Indonesia berkomitmen menegakkan kebenaran dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Namun dalam perjalanannya, tetap ada oknum-oknum nakal yang menyalahi aturan dalam mengemban tugas.
Masih ada oknum aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru 'nakal' dengan menerima suap untuk suatu kasus yang ditangani.
Baca Juga:
PTUN Jakarta Kabulkan Gugatan Anwar Usman, Batalkan SK Jabatan Ketua MK Suhartoyo
FH UNS jangan memperjualbelikan hukum
Pesan ini disampaikan Prof. Arief Hidayat saat memberi kuliah umum bertajuk 'Peran dan Tantangan MK dalam Mewujudkan Hukum dan Politik Demokratis'.
Prof. Arief menekankan, ajakan untuk tidak memperjualbelikan hukum ini dilandasi bahwa hukum yang dijalankan di Indonesia bersumber pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini juga sesuai dengan teori teokrasi yang dianut Indonesia. Ada pun, teori yang dipercayai oleh Thomas Aquino dan Agustinus ini melandaskan sistem hukumnya pada kedaulatan Tuhan.
"Ini artinya, secara fundamental negara teokrasi meyakini negaranya dapat berdiri karena Tuhan dan oleh karenanya pemerintahan yang dijalankan dan hukum yang dibuat berpegang teguh pada Tuhan," ungkap Prof. Arief.
Indonesia menganut teori teokrasi
Menurut Prof. Arief, salah satu bukti Indonesia menganut teori teokrasi dapat dilihat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang tertulis demikian 'Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa'.
Tidak hanya itu, pengakuan terhadap Tuhan juga tertulis di setiap pembukaan UU maupun putusan MK yang dibacakan di persidangan.
Prof. Arief meyakini, pengakuan Tuhan pada Pembukaan UUD 1945-lah yang menjadikan Indonesia bisa berdiri sebagai negara merdeka dan tetap bertahan dengan kemajemukannya hingga saat ini.
Tidak main-main saat memberi putusan
"Jadi, sumber hukum Indonesia itu bukan sekuler. Keinginan manusia Indonesia untuk merdeka dan mendirikan negara bisa dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa," tegas Prof. Arief. Tidak main-main saat memberi putusan Arief menekankan, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius sehingga dirinya bisa mengatakan sumber kekuasaan Indonesia bersumber pada teori teokrasi.
Contoh nyata yang dirasakannya adalah saat masih menjabat sebagai Ketua MK periode 2015-2017. Prof. Arief mengaku setiap kali membacakan putusan MK di persidangan bersama delapan Hakim MK lainnya, tidak pernah main-main dan selalu memohon ampun kepada Tuhan apabila ada kekurangan.
"Pengalaman saya pribadi sebagai Ketua MK pada waktu membaca putusan, saya dalam hati karena seorang muslim memohon ampun dan saya mohon maaf apabila kita bersembilan di MK dalam rangka memutus itu ada kalau ada kesalahan," tutup Prof. Arief. (tum)