Wahanaadvokat.com | Pemerintah Pusat didesak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara (Sumut) agar menutup secara permanen operasional PT. Sorik Marapi Geothermal Power (PT. SMGP) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Sebab aktivitas pengeboran sumur gas yang dikerjakan perusahaan itu kembali menelan korban. Pada Minggu (24/4), sebanyak 21 orang keracunan gas H2S (Hidrogen Sulfida) di mana satu di antaranya merupakan bayi usia 6 bulan.
Baca Juga:
RI Diam-diam Impor Nikel dari Negara Tetangga, Ini Kata Kemeterian ESDM
"Kecelakaan operasional yang dilakukan oleh PT. SMGP merupakan bentuk kelalaian yang dilakukan secara berulang. Ini merupakan wujud impunitas hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap perusahaan pelaku kejahatan lingkungan hidup dan manusia," kata Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Doni Latupeirissa, Senin (25/4).
Dari informasi yang dihimpun oleh WALHI Sumut, tambah Doni, awalnya masyarakat melihat gumpalan asap hitam yang melambung tinggi ke atas dari well pad T yang beroperasi di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Sorik Marapi, Kabupaten Madina.
Semburan asap tersebut bercampur dengan lumpur yang mengalir ke wilayah persawahan masyarakat. Semburan lumpur mengeluarkan aroma yang tidak sedap bahkan lebih bau seperti aroma telur busuk. Diduga semburan lumpur tersebut telah terkontaminasi dengan gas H2S.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Lumpur yang keluar dari sumur well pad T tersebut berwarna hitam pekat dengan kondisi sangat panas. Pada saat kejadian, sejumlah warga sedang berada di sawah yang berada di sekitar well pad T. Jarak wilayah sawah dengan titik semburan lumpur tersebut sejauh 200 meter sampai 1 kilometer.
Setelah beberapa menit semburan lumpur terjadi, warga sempat mendengar ada pengumuman lewat masjid yang meminta agar warga yang masih berada di sawahnya segera untuk meninggalkan lokasi. Atas pengumuman tersebut warga meninggalkan sawahnya.
"Banyak warga yang sedang dalam perjalanan menuju rumah mencium aroma bau busuk dan menyebabkan gejala mual-mual, pusing, dan pingsan. PT. SMGP sendiri tidak pernah melakukan sosialisasi dan pengumuman atas aktivitas yang mereka lakukan di hari tersebut. Ini merupakan kejadian kedua di lokasi yang sama," ungkap Doni.
Aktivitas yang dilakukan PT. SMGP di wilayah itu sudah berulang kali mengambil korban. Pada 25 Januari 2021 silam, terjadi kebocoran gas beracun H2S dari sumur pengeboran di Well pad-T.
Dalam insiden itu, lima orang meninggal dunia dan 44 orang pingsan akibat menghirup gas beracun dari pipa kran isolasi panas bumi.
Kemudian, pada Senin 7 Maret 2022, kebocoran gas beracun dari aktivitas perusahaan itu kembali terjadi. Tercatat 58 orang mengalami keracunan gas H2S. Seluruh korban masih mendapatkan perawatan di rumah sakit karena mengalami mual-mual, pusing dan sesak nafas.
Meski memakan banyak korban jiwa, proyek tersebut tetap beroperasional kembali.
Doni lantas menyoroti sikap Polda Sumut yang menangani kasus itu. Meski kejadian keracunan gas berulang kali terjadi, namun Polda Sumut tidak melakukan penindakan secara tegas dan terkesan lemah dalam menyeret peristiwa ini ke ranah hukum.
Desak Menteri ESDM Dicopot
Tak hanya itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI juga lemah menyikapi kasus itu. Sebab tak ada tindakan tegas terhadap perusahaan meski puluhan korban telah berjatuhan.
"Atas rentetan peristiwa itu, WALHI meminta Presiden RI untuk mencopot Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi yang kami nilai lemah dalam menyikapi kasus ini," kata Doni.
"Dari Kementerian ESDM sudah pernah turun langsung ke lokasi itu, tapi tetap saja seperti ada pembiaran. Padahal korban bukan hanya dari masyarakat tapi juga lingkungan," tambahnya.
Kemudian WALHI meminta Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar mengambil langkah dan tidak terkesan melakukan tindakan pembiaran terhadap berulangnya peristiwa ini.
"Maka tidak ada kata lain selain menutup perusahaan ini. WALHI meminta Komnas HAM mengusut dugaan pelanggaran HAM dan pembiaran yang dilakukan oleh Menteri ESDM dan unsur pemerintah lainnya atas berulangnya kasus ini," ungkapnya. [tum]