Wahanaadvokat.com | Lima orang yang terlibat kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019 telah ditetapkan sebagai tersangka oleh tim Penyidik Jaksa Agung Muda.
"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan lima orang tersangka, dan ditahan selama 20 hari pertama,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam konferensi pers virtual dipantau dari Gedung Bundar, Jakarta.
Baca Juga:
Fasilitas Kredit di LPEI, KPK Temukan Modus Tambal Sulam
Kelima tersangka tersebut, yakni Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana III LPEI periode 2016, Ferry Sjaifullah selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, Josef Agus Susanta selaku Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta tahun 2016.
Kemudian, Johan Darsono selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia, dan Suryono selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia, dan PT Borneo Wallet Indonesia.
Leonard menjelaskan, kelima tersangka dilakukan penahanan di tempat berbeda, tiga orang di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, dan dua orang ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga:
Kejagung Tarik 10 Jaksa Senior dari KPK, Berikut Daftarnya
Kelima tersangka ini merupakan tersangka dari perkara pokok dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019.
Leonard menjelaskan berdasarkan laporan LPEI 31 Desember 2019 memperlihatkan, LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun.
Dalam kasus ini, LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup yang terdiri dari 27 perusahaan. Namun, fasilitas itu diberikan tanpa melihat tata kelola perusahaan dan tidak sesuai dengan kebijakan perkreditan LPEI. Lalu, tak sesuai dengan sistem informasi manajemen risiko.
"Pembiayaan itu dalam posisi kolektibilitas lima atau macet per 31 Desember 2019," kata Leonard.
Leonard menjelaskan, perusahaan pertama yang mendapatkan pembiayaan dari LPEI yakni Grup Walet sebesar Rp576 miliar.
Grup Walet tersebut terdiri dari tiga perusahaan, yakni CV Mulia Wallet Indonesia yang memperoleh pembiayaan sebesar Rp 90 miliar yang diambil alih oleh PT Mulia Walet Indonesia dengan jumlah pembiayaan Rp 175 miliar.
Kemudian, PT Jasa Mulia Indonesia memperoleh pembiayaan Rp 275 miliar, dan PT Borneo Walet Indonesia mendapat fasilitas pembiayaan Rp 125 miliar.
"Bahwa untuk Group Walet, total fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar Rp 576 miliar," kata Leonard.
Selain Walet Group, perusahaan lainnya yang mendapat pembiayaan ada Johan Darsono Grup yang terdiri atas 12 perusahaan.
Ke 12 perusahaan tersebut, yakni PT Kemilau Kemas Timur menerima fasilitas pembiayaan Rp 200 miliar. CV Abhayagiri menerima fasilitas pembayaran Rp15 miliar. CV Multi Mandala menerima pembiayaan Rp15 miliar.
Lalu, CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp 15 miliar. CV Inti Makmur menerima pembiayaan senilai Rp15 miliar, dan PT Permata Sinita Kemasindo sebesar Rp 200 miliar.
Selanjutnya, PT Summit Paper Indonesia juga menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp 199,6 miliar.
Masih pada Johan Darsono Group, ada PT Elite Paper Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp 200 miliar. PT Everbliss Packaging Indonesia menerima pembiayaan Rp 200 miliar. PT Mount Dreams Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp 645 miliar.
Selanjutnya, PT Gunung Geliat menerima 30 juta dolar AS setara Rp 345 miliar (kurs Rp11.500). PT Kertas Basuki Rahmat menerima pembiayaan 45 juta dolar AS atau setara Rp 460 miliar (dengan kurs Rp 11.500).
"Untuk grup Johan Darsono total fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh LPEI senilai Rp 2,1 triliun,” ujar Leonard lagi.
Leonard menambahkan, pemberian fasilitas kredit itu menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,6 triliun.
Nilai kerugian negara itu kemungkinan masih bisa bertambah. Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan perhitungan.
"Saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI," kata Leonard.
Penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [tum]