Wahanaadvokat.com | Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata (RUU HAPer) mulai dibahas pemerintah bersama komisi III melalui rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Rabu (16/2/2022) lalu.
Yasonna mengatakan, RUU HAPer merupakan bagian dari usaha meningkatkan pembangunan hukum nasional dengan memperhatikan kesadaran dan kebutuhan hukum yang berkembang di masyarakat.
Baca Juga:
Menkumham RI Resmikan 68 Kelurahan Sadar Hukum DKI Jakarta
"Dalam hal ini, perlu dilakukannya penggantian produk hukum kolonial menjadi hukum nasional, termasuk hukum acara perdata yang sampai sekarang masih terdapat dalam berbagai ketentuan-ketentuan kolonial Belanda," kata Yasonna saat menyampaikan penjelasan pemerintah, Rabu.
Ia menjelaskan, peraturan perundang-undangan mengenai hukum acara perdata yang ada dan berlaku saat ini, tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda.
Menurut Yasonna, peraturan-peraturan tersebut juga tidak berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yakni Pancasila.
Baca Juga:
Yasonna Laoly Promosi dan Mutasi 120 Pimpinan Tinggi Pratama di Kemenkumham
"Pemerintah telah menyusun Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang mampu memenuhi kebutuhan hukum nasional, termasuk sudah mengakomodasi pembangunan teknologi informasi 4.0," kata Yasonna.
Ia mengatakan, RUU HAPer diarahkan untuk mampu memberikan kepastian hukum keadilan, dan kemanfaatan bagi semua pihak, terutama dalam hal menyelesaikan sengketa keperdataan.
Yasonna menyebutkan, perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi, menuntut adanya hukum acara perdata yang dapat mengatasi persengketaan dengan cara yang efektif dan efisien.
Ia menegaskan, kemudahan berusaha atau ease of doing business tidak hanya dipengaruhi oleh regulasi dan perizinan, tetapi juga waktu tunggu yang dihabiskan dalam penyelesaian perkara di pengadilan.
"Ini Pak Ketua, sering menjadi catatan para investor, tentang kadang-kadang proses perkara yang sangat lambat sehingga kepastian hukum menjadi terhambat, terlambat," kata dia.
Oleh karena itu, RUU HAPer yang diusulkan pemerintah mencakup sejumlah penambahan dan penguatan norma antara lain mengenai pihak-pihak yang menjadi saksi dalam melakukan penyitaan, kepastian waktu pengiriman salinan putusan kasasi.
Kemudian, penguatan batas waktu pengiriman perkara peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), reformulasi pemeriksaan perkara dengan cara singkat, pemeriksaan acara pemeriksaan perkara dengan cara cepat, serta reformulasi jenis putusan.
Merespons penjelasan pemerintah, seluruh fraksi di Komisi III DPR setuju untuk dibahas dengan membentuk Panitia Kerja (panja) RUU HAPer.
Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir selaku ketua Panja HAPer menyampaikan, ada 1.322 daftar inventarisasi masalah RUU HAPer yang akan mulai dibahas pada masa sidang berikutnya. [tum]