WahanaAdvokat.com | Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus penembakan atau unlafwul killing yang menewaskan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (9/11).
Tubagus merupakan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), untuk dua terdakwa penembakan masing-masing yakni, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella.
Baca Juga:
Kasus Unlawful Killing, 2 Terdakwa Divonis Bebas
Dalam sidang, Tubagus terutama dicecar mengenai pengetahuan dirinya soal prosedur pengawalan atau mengikuti kegiatan Rizieq Shihab dan laskar FPI sesaat sebelum peristiwa bentrok. Oleh jaksa, ia ditanya apakah pengawalan atau pembubutan itu merupakan penyelidikan atau penyidikan.
Tubagus menyebut pengawalan terhadap Rizieq dan para laskar pada malam, awal Desember 2020 adalah bagian dari penyelidikan. Ia menyebut surat penyelidikan kepada Rizieq dan para laskar telah diterbitkan sejak 5 Oktober sebelumnya.
"Pelaporannya yang kami lakukan melalui lisan dan tertulis WA, kalau sudah selesai ditulis sebagai LHP," kata Tubagus menjawab pertanyaan jaksa.
Baca Juga:
Kuasa Hukum Polisi: Penembakan Laskar FPI Terpaksa karena Nyawa Terancam
Tubagus juga mengaku menerima perkembangan dari tim lapangan selama proses pengawasan kepada Rizieq dan laskar FPI. Menurut dia, laporan kemudian pihaknya analisa untuk mengambil langkah atau memperkirakan situasi yang akan terjadi.
"Misal di titik A situasi terkendali, posisi Rizieq tidak di lokasi, tapi dijaga. Jadi laporannya dilaporkan kualitatif dan kemudian dilakukan analisa kemungkinan yang akan terjadi," katanya.
Tubagus juga mengungkapkan bahwa peristiwa penembakan itu bermula akibat para laskar yang telah diamankan malam itu mencoba memberontak dengan merebut senjata milik polisi saat diamankan dalam mobil. Polisi kata dia kala itu dinilai telah mengambil langkah yang diperlukan.
Dia membenarkan bahwa para bawahannya kala itu, karena tengah melakukan penyelidikan, karenanya tak dibekali surat penangkapan. Ia juga membantah telah memberi perintah penembakan kepada para terdakwa.
"Yang terjadi di mobil, dipertanyakan kepada mereka. Belum jalan lama di KM 50, mereka diserang dan ada upaya perebutan senjata. Secara spontan mereka melakukan tembakan ke laskar hingga meninggal dunia," kata Tubagus.
Komnas HAM menyimpulkan peristiwa penembakan laskar FPI pada 7 Desember 2020 sebagai pelanggaran HAM.
Sebagai informasi, sebanyak dua anggota polisi dalam kasus ini didakwa melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan kematian secara bersama-sama. Dalam kasus ini, total enam eks Laskar FPI tewas tertembus timah panas. [dny]