WahanaAdvokat.com | Kasus Unlawful Killing, yang menyebabkan terbunuhnya enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) akan mulai disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).
Dua anggota kepolisian aktif, yakni Ipda M Yusmin Ohorella, dan Briptu Fikri Ramadhan akan dihadirkan sebagai terdakwa dalam kasus yang terkenal dengan sebutan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tol Jakarta-Cikampek Kilometer (Km) 50 tersebut.
Baca Juga:
Tragedi KM50, Pakar Menilai Harusnya Ipda Yusmin dan Briptu Fikri Dituntut 15 Tahun
Kepala Humas PN Jaksel, Suharno menerangkan, sidang pembacaan dakwaan terhadap dua terdakwa itu, akan dimulai, sekitar pukul 10:30 WIB.
“Ya, sudah dijadwalkan untuk perkara atas nama terdakwa M Yusmin Ohotella, dan terdakwa Fikri Ramadhan, jadwal sidang pertama Senin (18/10). Ketua majelisnya, hakim M Arif Nuryanta SH MH,” begitu kata Suharno, pada Minggu (17/10/2021).
Mengutip register perkara, di laman resmi PN Jaksel, Minggu (17/10/2021), kordinator penuntut umum dalam sidang tersebut nantinya, adalah jaksa Donny M Sany.
Baca Juga:
Viral Ancaman Bahar bin Smith: Khianati Habib Rizieq, Saya Habisi Kalian!
Adapun terkait profile para terdakwa, diterangkan oleh pengadilan, adalah anggota kepolisian aktif. Keduanya, adalah anggota kepolisian dari Resmob Polda Metro Jaya.
“Terdakwa Yusmin Ohorella berpangkat Ipda. Dan terdakwa Fikri Ramadhan berpangkat Briptu,” begitu mengutip laman resmi PN Jaksel, Ahad (17/10).
Masih menurut laman resmi pengadilan, juga dikatakan, selain Ipda Yusmin, dan Briptu Fikri, ada satu anggota kepolisian lain yang juga berstatus sebagai tersangka. Yakni, Ipda Elwira Priadi Z.
Akan tetapi, terhadap nama tersangka terakhir itu, dikatakan telah meninggal dunia. Sehingga, tak dapat diseret ke pengadilan.
Namun, menurut riwayat kasus yang dijelaskan oleh pengadilan, tiga anggota kepolisian tersebut diduga adalah pelaku dari pembunuhan terhadap enam anggota pengawal Habib Rizieq Shihab.
Dikatakan pengadilan, ketiganya, dituduh bersama-sama pada 7 Desember 2020, sekitar pukul 00:30 WIB, atau sampai 01:50 WIB di Jalan Interchange Karawang sampai di Jalan Raya Tol Jakarta-Cikampek Km 50+200 meter, melakukan pembunuhan enam anggota Laskar FPI.
“Mereka yang melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain,” begitu mengutip keterangan pengadilan.
Dalam rilis resmi pelimpahan perkara ke PN Jaksel, oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung), pada Selasa (5/10) lalu, tim jaksa penuntut umum dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), mendakwa Ipda Yusmin, dan Briptu Fikri menggunakan Pasal 338 KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai ancaman primair.
Sangkaan tersebut, terkait dengan penghilangan nyawa orang lain, dengan ancaman penjara 15 tahun. Jaksa penuntut umum, dalam rencana dakwaannya, juga menebalkan sangkaan subsidair, menggunakan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Aturan tersebut, terkait dengan ancaman tujuh tahun penjara terhadap pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian terhadap orang lain, atau korban.
Meskipun penjeratan terhadap dua anggota kepolisian tersebut termasuk pidana berat dengan ancaman di atas lima tahun penjara, namun kepolisian, maupun kejaksaan sejak penetapan tersangka tak melakukan penahanan.
Kepala Pusat Peneragan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak, saat menerima pelimpahan berkas penyidikan, dan tanggungjawab tersangka dari Bareskrim Polri, Selasa (24/8) lalu, pernah menerangkan, penahanan terhadap Ipda Yusmin, dan Briptu Fikri memang tak perlu dilakukan.
Kata dia, selain karena kedua terdakwa itu, adalah anggota kepolisian aktif, juga menurut jaksa, keduanya dinilai kooperatif, dan tak menghilangkan barang butki, apalagi kabur.
“Para tersangka masih sebagai anggota Polri aktif, dan mendapat jaminan dari atasannya untuk tidak melarikan diri,” ujar Ebenezer.
Peristiwa pembunuhan enam anggota Laskar FPI terjadi pada Desember 2020. Peristiwa tersebut, terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, Jawa Barat (Jabar).
Hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pembunuhan enam nyawa tersebut, sebagai pelanggaran HAM berupa unlawfull killing atau pembunuhan yang terorganisir oleh petugas, tanpa ada dasar hukum.
Akan tetapi, dari enam korban pembunuhan tersebut, hanya empat kasus yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Empat kasus pelanggaran HAM tersebut, terkait pembunuhan terhadap anggota Laskar FPI; Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Muhammad Reza (20), dan Luthfi Hakim (25), serta Muhammad Suci Khadavi (21).
Sedangkan terhadap dua lainnya, dinyatakan dibunuh anggota kepolisian lantaran dampak dari eskalasi tinggi. Mereka yaitu, Faiz Ahmad Sukur (22), dan Andi Oktiawan (33).
Atas penyelidikan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjamin penyidikan, dan proses hukum terkait kasus tersebut.
Kasus tersebut, pada 23 Agustus lalu, sebetulnya sudah disorongkan Jampidum-Kejakgung untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).
Akan tetapi, dua bulan tanpa ada kepastian sidang, pada Selasa (5/10), kejaksaan mendaftarkan kembali kasus tersebut ke PN Jaksel via Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel.
Kapuspenkum Kejakgung, Ebenezer dalam pers rilis resmi, Selasa (5/10) menerangkan, pemindahan lokasi sidang tersebut, berdasarkan atas keputusan Mahkamah Agung (MA) pada 16 September 2021. [dny]