Wahanaadvokat.com | Ada 2 kebijakan yang ditetapkan dalam Tax Amnesty Jilid II.
Pertama untuk Wajib Pajak (WP) orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid II dengan harta perolehan hingga 31 Desember 2015. Ini diberikan tarif PPh Final 6%, 8% dan 11%.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Kebijakan kedua hanya untuk WP Orang pribadi yang bukan peserta tax amnesty jilid I dan harta diperoleh pada periode 2016 sampai dengan 2020. Untuk kebijakan ini tarif PPh Final diberikan 12%, 14% dan 18%.
Program Pengampunan Sukarela (PPS) atau yang dikenal tax amnesty jilid II akan berlangsung dalam beberapa hari lagi. Tepatnya pada 1 Januari dan berlangsung hingga 30 Juni 2022.
Ada dua kebijakan yang ditetapkan dalam pengampunan ini. Pertama untuk Wajib Pajak (WP) orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid II dengan harta perolehan hingga 31 Desember 2015. Ini diberikan tarif PPh Final 6%, 8% dan 11%.
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
Kebijakan kedua hanya untuk WP Orang pribadi yang bukan peserta tax amnesty jilid I dan harta diperoleh pada periode 2016 sampai dengan 2020. Untuk kebijakan ini tarif PPh Final diberikan 12%, 14% dan 18%.
Untuk mengikuti program ini, wajib pajak bisa melakukan secara online dengan membuka laman pajak.go.id/pps. Dalam hal ini wajib pajak harus mencantumkan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).
Dalam aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 196 tahun 2021 tentang Tata cara Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak ditetapkan pedoman untuk menghitung besarnya nilai harta yang akan diikutkan dalam tax amnesty ini.
Untuk kebijakan pertama, pedoman penghitungan besaran nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Untuk kebijakan kedua, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:
a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.
Jenis Harta yang Harus Dilaporkan Saat TA Jilid II
Setidaknya ada enam tujuh jenis harta yang harus dilaporkan dalam program PPS ini yang dikutip Senin (27/12/2021) dari beleid tersebut.
Berikut rinciannya:
1. Kas dan Setara Kas
Ini terdiri dari harta uang tunai, tabungan, giro, deposito serta kas lainnya.
2. Piutang dan Persedian
Dalam hal ini harta yang dimaksud adalah piutang, piutang afiliasi, persedian usaha dan piutang lainnya.
3. Investasi
Untuk bagian ini adalah harta di saham yang dibeli untuk dijual kembali, obligasi perusahaan, obligasi pemerintah Indonesia seperti ORI ataupun SBSN, surat utang lainnya, reksadana, instrumen derivatif.
Kemudian ada juga harta dari penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi penyertaan modal pada CV, firma dan sejenisnya serta investasi lainnya.
4. Alat Transportasi
Ini adalah jenis harta yang cukup dikenal yang terdiri dari sepeda, sepeda motor, mobil dan alat transportasi lainnya.
5. Harta bergerak lainnya
Ini terdiri dari harta berupa logam mulia baik emas batangan, perhiasan, dan logam mulai lainnya. Ada juga harta batu mulia seperti intan hingga berlian.
Untuk jenis ini termasuk juga barang-barang seni dan antik seperti lukisan dan guci. Kemudian kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski dan peralatan olahraga khusus.
Ada juga harta berupa peralatan elektronik, furnitur. Lalu harta bergerak lainnya seperti kuda, hewan ternak dan lainnya.
6. Harta Tidak Bergerak
Untuk bagian ini ada harta jenis tanah, bangunan tempat tinggal, toko, gudang dan harta tak bergerak lainnya.
7. Harta Tak berwujud
Dalam hal ini harta yang dimaksud adalah paten, royalti, merek dagang serta harta tak berwujud lainnya.
Semua jenis harta ini akan ada di SPT yang wajib di isi oleh wajib pajak di kolom empat bagian 'Kode Harta'. [tum]