Wahanaadvokat.com I Terkait dengan penyelesaian kasus pelecehan seksual yang menimpa MS, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komnas HAM menyampaikan sejumlah rekomendasi.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan berdasarkan hasil penyelidikan, KPI secara lembaga terbukti telah gagal dalam mendukung pemulihan korban.
Baca Juga:
Buka Rakornas KPI dan Harsiarnas ke-91, Wapres: Pastikan Masukan dari Masyarakat atas Program Penyiaran Ditindaklanjuti
"KPI gagal secara lembaga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman serta mengambil langkah-langkah yang mendukung pemulihan korban," kata Beka di Kantor Komnas HAM, dikutip dari CNN Indonesia, Senin (29/11).
Sembilan rekomendasi dari Komnas HAM di antaranya pertama, KPI harus mendung korban secara moril dan kebijakan. Lalu, KPI juga harus kooperatif dengan pihak Kepolisian dalam upaya mempercepat proses penegakan hukum.
Selain itu, kata Beka, KPI harus memberi sanksi kepada pelaku dan mengeluarkan pernyataan kebijakan yang melarang adanya perundungan, pelecehan dan kekerasan di lingkungan KPI Pusat.
Baca Juga:
Kilang Pertamina Internasional Raih Sertifikasi AEO untuk Keamanan Rantai Pasok
"KPI harus membuat pedoman pencegahan, penanganan dan pemulihan atas tindakan perundungan, pelecehan dan kekerasan di lingkungan KPI Pusat," ujarnya.
Selain ke KPI, Komnas HAM juga memberi rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sebab, KPI masih menjadi satuan di bawah kementerian tersebut.
Salah satunya rekomendasinya yakni Kominfo harus melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap pejabat struktural di KPI sehubungan mekanisme pengawasan terhadap kondisi dan lingkungan kerja di KPI.
"Melakukan evaluasi dan mengembangkan portal intranet untuk mendukung adanya saluran aduan yang mudah diakses oleh para pegawai di lingkungan kesekretariatan KPI," lanjutnya.
Beka mengatakan, pihaknya memberi tiga rekomendasi kepada Kapolda Metro Jaya terkait penangan kasus pelecehan seksual dan perundungan.
Salah satunya, Kapolda harus melakukan pengawasan dan pemberian dukungan baik secara personil dan sumber daya lainnya, terutama Polres Jakarta Pusat. Sebab, saat ini kasus MS masih ditangani Polres Jakpus.
"Meningkatkan kemampuan personel di lingkungan Polda Metro Jaya terkait penanganan aduan tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang berperspektif korban," tuturnya.
Standar ganda
Di tempat yang sama, Tim Ahli Komnas HAM sekaligus psikolog dalam penyelidikan kasus KPI, Zoya Amirin menyebut sikap lembaga negara tersebut berstandar ganda.
Zoya mengatakan, KPI kerap menyensor tayangan televisi yang dianggap bisa merusak moral, namun di sisi lain pelecehan seksual juga terjadi di sana.
"Ini rionis ya. Ada double standard kalau saya melihat di sini," kata Zoya.
Zoya menilai, kondisi di KPI seharusnya sejalan dengan kerja-kerja yang coba ditampilkan oleh KPI. Ia berkata, KPI harus memastikan tidak ada perundungan dan pelecehan di dalamnya.
Menurutnya, KPI telah melakukan pembiaran terhadap pelecehan tersebut. Sebab, berdasarkan pengakuan korban, di dalam KPI terdapat budaya 'welcome to the jungle'. Perundungan seakan menjadi budaya di KPI dengan dalih bercanda.
"Jadi mereka yang nge-cut, nge-make sure apa batasan-batasan yang lazim gak lazim pantas gak pantas itu kan mereka yang cut. Sementara mereka sendiri ada budaya pembiaran," ujarnya.
Lebih lanjut, Zoya menuturkan, dalih bercanda untuk merundung itu juga menunjukkan bahwa lingkungan kerja KPI intimidatif, tidak peduli terhadap kesehatan mental dan menormalisasi pelecehan seksual. (tum)