Wahanaadvokat.com | Merespons langkah Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun yang melaporkan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, ke KPK atas dugaan korupsi dan pencucian uang, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini, angkat bicara.
Dia menyatakan Presiden Joko Widodo tidak pernah berpikir untuk memanfaatkan instrumen negara guna memperkaya keluarga.
Baca Juga:
Gegera Mangkir Tes Tertulis, 7 Calon Pimpinan KPK Dinyatakan Gugur
"Tidak ada sedikit pun pikiran dari Pak Jokowi untuk memperkaya diri, keluarga, melalui instrumen negara," ujar Faldo dalam agenda diskusi di Jakarta, Sabtu (15/1).
Namun demikian, Faldo menyerahkan sepenuhnya hal itu ke mekanisme hukum.
"Jika terbukti, kita lihat bagaimana mekanisme hukumnya. Namun, jika tidak terbukti, kita anggap saja ini ada bunga-bunga yang akan mekar jelang tahun-tahun politik," kata Faldo yang juga merupakan politikus PSI tersebut.
Baca Juga:
KPK Pastikan Surat Pengunduran Diri Firl Tak Bisa Diproses Setneg
"Kita tunggu di APH (Aparat Penegak Hukum) ya, terlepas dari itu tidak ada sedikit pun pikiran dari pak Jokowi untuk memperkaya diri keluarga melalui instrumen negara," pungkasnya.
Sebelumnya, Dosen UNJ yang juga merupakan aktivis '98, Ubedilah Badrun, melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK atas dugaan korupsi dan pencucian uang. Laporan tersebut terkait dengan relasi bisnis kedua putra Jokowi tersebut dengan PT SM.
Gibran yang saat ini menjabat Wali Kota Solo mengaku tidak mempermasalahkan laporan tersebut. Ia menyatakan siap memberi keterangan apabila dipanggil KPK.
"Dilaporkan ya silakan dilaporkan. Kalau salah ya kami siap," ucap dia.
Putra sulung Presiden Jokowi ini mengaku tidak tahu-menahu duduk kasus yang diperkarakan. Sejak mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo di tahun 2019 lalu, Gibran melimpahkan urusan bisnis kepada adiknya, Kaesang Pangarep.
"Masalah pembakaran hutan nanti takon (tanya) Kaesang wae (saja)," katanya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan dari Kaesang terkait pelaporan di KPK tersebut.
Masalah Saham
Terkait laporannya ke KPK, Ubedilah mempertanyakan pembelian saham Rp92,24 miliar perusahaan makanan beku (frozen food) PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP) oleh Kaesang melalui PT Harapan Kita Bangsa (GK Hebat).
Menurut dia, pembelian saham tersebut terjadi tak lama setelah ada kerja sama antara Kaesang dan Gibran dengan salah seorang anak petinggi grup PT SM berinisial AP.
"November tahun lalu ramai, ada anak muda dengan perusahaan yang belum lama dibentuk beli saham di bursa efek 188 juta lembar. Semua orang bertanya-tanya, bahkan ada yang minta Pak Presiden menjelaskan. Hampir 4 bulan enggak ada jawaban. Rasa penasaran membuat saya menelusuri banyak hal," ujar Ubed dalam agenda diskusi di Jakarta, Sabtu (15/1).
Kaesang melalui GK Hebat membeli 8 persen saham perusahaan makanan beku PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP). Harga belinya Rp490 per saham atau senilai total Rp92,24 miliar.
Putra bungsu Presiden Jokowi itu memborong 188.240.000 lembar saham dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan pada 8 November 2021.
Awal Mula Masalah Investasi Gibran-Kaesang
Ubedilah menuturkan duduk perkara dugaan korupsi dan/atau TPPU Gibran dan Kaesang bermula dari kasus kebakaran hutan oleh PT BMH pada 2015. Menurut dia, PT BMH merupakan milik grup bisnis PT SM.
Ia menjelaskan penanganan pidana perusahaan pembakar hutan tersebut tidak jalan. Oleh karena itu, lanjut Ubed, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat melalui jalur perdata dengan menuntut ganti kerugian Rp7,9 triliun.
Dalam perkembangannya, pada 15 Februari 2019 Mahkamah Agung (MA) memutuskan PT BMH agar membayar kompensasi kepada negara sebesar Rp78,5 miliar.
Sebelum itu, pada 7 Januari 2019, terang Ubed, berdiri PT WMD yang didirikan oleh Gibran dan Kaesang dengan kepemilikan saham masing-masing 25 persen bersama dengan anak petinggi grup PT SM berinisial AP. Saham sisanya dimiliki oleh PT SOS (50 persen).
Adapun pemilik mayoritas saham PT SOS adalah GC yang notabene merupakan perusahaan milik AP (45 persen saham).
"GK Hebat punya AP, anak pendiri PT SM. GK Hebat dibeli oleh PT WMD yang dibentuk oleh 3 orang tadi [Gibran, Kaesang, AP]. Dengan mudah kepemilikan saham itu, ini ada transaksi apa, full 99,9 persen dimiliki oleh PT WMD," tuturnya.
"Ini saya berpikir, ini bisa juga dianalisis sebagai satu pola dalam UU Tipikor, mungkinkah pola suap berubah menjadi perpindahan saham? Itu tanda tanya, ini keganjilan-keganjilan yang terjadi," lanjut Ubed.
Dia berpendapat kerja sama tersebut memiliki dampak secara langsung merugikan keuangan negara dan secara tidak langsung di saat yang sama telah memperkaya anak-anak Presiden.
"Kerja sama antara anak petinggi PT SM itu dengan anak Presiden dilakukan di saat pembakaran hutan terjadi dan di saat kasus-kasus kemudian tidak dituntaskan. Ini tanda tanya saya," ucap Ubed.
"Lalu lebih menarik lagi, ada penyertaan modal di Agustus 2019 dari JWC Ventures, satu firma ventura, yang memberi penyertaan modal ke perusahaan baru itu [PT WMD] di data saya memang ada sekitar 5 juta dolar kemudian ditambah lagi 2 juta dolar, jadi kalau dihitung kira-kira Rp99 miliar," sambungnya.
Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, menjelaskan verifikasi penting dilakukan guna menentukan aduan tersebut termasuk tindak pidana korupsi atau bukan. Verifikasi pun dilakukan untuk memastikan laporan itu ranah kewenangan KPK atau bukan.
"Apabila aduan tersebut menjadi kewenangan KPK, tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku," kata Ali beberapa waktu lalu. [tum]