Advokat.WahanaNews.co | Terkait dengan kasus dugaan tambang ilegal Ismail Bolong yang menyeret nama Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto, satu persatu temuan baru diungkap Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem).
Terbaru, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Iwan Sumule mengatakan ada seorang polisi berpangkat komisaris besar (kombes) yang menekan Ismail Bolong untuk membuat video bantahan tambang ilegal. Polisi berpangkat kombes itu bertugas di Bareskrim Polri.
Baca Juga:
Belum Lengkap, Berkas Perkara Ismail Bolong Dikembalikan ke Bareskrim
"ProDem mendengar informasi bahwa anggota Bareskrim Polri berpangkat kombes (YU) diduga telah melakukan upaya obstruction of justice dengan menekan Aiptu (pn) Ismail Bolong dalam kaitannya video bantahan," ujar Iwan Sumule dalam keterangan tertulis.
Atas temuan itu, Iwan mewakili ProDem mendesak Polri akan segera meringkus Kombes YU yang diduga telah melakukan obstruction of justice.
Menurutnya, Kombes YU telah melakukan pemaksaan terhadap Ismail Bolong terkait tambang ilegal tersebut.
Baca Juga:
Wakil Ketua KPK: Tidak Bisa Sembarangan Ambil Alih Kasus Tambang Ilegal
"ProDem mendesak Propam Polri segera menangkap Kombes (YU) karena telah melakukan pemaksaan video testimoni palsu Aiptu (pn) Ismail Bolong dan mendalami dugaan pelanggaran lain yang berpotensi pidana," bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto bakal diadukan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri buntut dari dugaan penerimaan gratifikasi atau suap terkait penambangan batubara ilegal di Desa Santan Hulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Dugaan penerimaan gratifikasi ini diketahui berdasarkan video viral berisi pengakuan seseorang bernama Ismail Bolong. Dalam videonya, Ismail mengatakan dirinya menyetor uang sebesar Rp 6 miliar agar aktivitas penambangan batubara tanpa izin operasi dapat tetap berjalan.
"Dalam rangka memberikan laporan terhadap gratifikasi atau suap atau penerimaan uang koordinasi yang disebut yang koordinasi kepada Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto," ujar Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi, Iwan Sumule kepada wartawan, Senin, 7 November 2022.
Kata Iwan, pihaknya menemukan laporan hasil penyelidikan Divisi Propam Polri terkait dengan penambangan ilegal di Kalimantan Timur.
Dalam laporan tersebut, ditemukan sejumlah bukti terkait penyuapan atau penyerahan penerimaan yang koordinasi kepada Komjen Agus. Namun, laporan hasil penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti pihak kepolisian.
Adapun video Ismail Bolong beredar di media sosial. Awalnya, Ismail mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah Kalimantan Timur.
Dia menyebut keuntungan yang diraupnya sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tiap bulannya.
“Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp5 sampai Rp10 miliar dengan setiap bulannya," kata Ismail Bolong dalam videonya.
Ismail mengaku dirinya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Koordinasi itu dengan berikan uang sebanyak tiga kali.
Pertama, uang disetor pada September 2021 sebesar Rp2 miliar. Lalu, Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
“Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus. Saya serahkan langsung ke ruangan beliau,” tutur Ismail.
Namun, tak lama, Ismail Bolong membuat pernyataan klarifikasi soal video hingga viral. Dalam video keduanya itu, Ismail beri klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar.
“Saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Saya pastikan berita itu saya pernah berkomunikasi dengan Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal,” kata Ismail.
Ismail Bolong mengaku kaget videonya baru viral sekarang. Maka itu, ia perlu menjelaskan kronologinya. Ia bilang pada Februari datang anggota Mabes Polri dari Biro Paminal Divisi Propam untuk memeriksanya.
Dia mengaku saat itu ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri. Bahkan, Brigjen Hendra mengancam akan membawanya ke Jakarta jika tidak memberikan testimoni. Ismail tak bisa bicara karena tetap diintimidasi sama Hendra. Pun, Anggota Biro Paminal Mabes Polri memutuskan bawa Ismail Bolong ke salah satu hotel di Balikpapan.
“Sampai di hotel Balikpapan sudah disodorkan untuk baca testimoni, itu ada kertas sudah ditulis tangan nama oleh Paminal Mabes dan direkam HP dari Anggota Mabes Polri. Saya tidak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim,” sebutnya. [tum]