Wahanaadvokat.com I DPR dan pemerintah menyepakati agar RUU Migas dibahas melalui kumulatif terbuka.
Kumulatif terbuka yang dimaksud, yakni RUU tertentu yang dapat diajukan oleh pemerintah, DPR, atau DPD berdasarkan kebutuhan.
Baca Juga:
Regional 4 SHU Pertamina Terapkan 3 Strategi Unggulan dalam Operasional Migas di Indonesia Timur
Komisi VII DPR bersama Badan Keahlian DPR tengah merampungkan rancangan undang-undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Artinya meskipun tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022, RUU Migas bisa tetap diusulkan untuk dibahas.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS, Mulyanto mengungkapkan saat ini bersama Badan Keahlian DPR hampir merampungkan draft Revisi UU Migas ini. Sehingga dimungkinkan untuk dibahas pada 2022.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Tingkatkan Kebijakan Sejak 2021 untuk Tarik Minat Investor Migas Indonesia
Secara hukum, kata Mulyanto, berdasarkan hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) maka RUU Migas dapat dibahas melalui pengajuan kumulatif terbuka.
"Revisi UU (Migas) hasil putusan MK dapat dibahas melalui pengajuan kumulatif terbuka," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/12/2021).
Mulyanto berpandangan, bahwa RUU Migas menjadi penting untuk segera dibahas. Pasalnya Indonesia saat ini membutuhkan lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan hulu migas yang permanen dan sah secara legitimasi di mata hukum melalui undang-undang.
Oleh karena itu, salah satu tujuan pembahasan RUU Migas ini adalah untuk menutup kekosongan hukum pada SKK Migas di bawah Kementerian ESDM, karena masih bersifat lembaga yang bersifat sementara.
Terlebih, kata Mulyanto saat ini investor sektor migas tengah lesu, beberapa investor kakap seperti Shell dan Chevron memutuskan untuk hengkang dari Indonesia.
"Jadi penting untuk bahas revisi undang-undang (Migas) ini. Ini terkait kepastian hukum. Untuk menguatkan SKK Migas yang ada sekarang," ujarnya.
Seperti diketahui, pada tanggal 13 November 2012 lalu, MK membatalkan 18 ketentuan mengenai kedudukan, fungsi, dan tugas BP Migas Putusan MK No. 36/PUU.X/2012. Dalam pandangan MK, BP Migas bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibubarkan.
Menyusul putusan ini, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang pembentukan Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang kemudian menjadi dasar penggantian peran BP Migas oleh SKK Migas.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman menjelaskan RUU Migas akan dibahas dengan kumulatif terbuka atas usulan Komisi VII DPR, yang juga sudah disepakati oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
"Walaupun tidak ada di dalam Prolegnas, setiap saat kita di DPR, pemerintah, DPD boleh mengajukan, itu wajib untuk dibahas," ujarnya di Hotel Fairmont Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Lebih lanjut, Supratman menyampaikan bahwa meskipun RUU Migas tidak masuk dalam daftar 40 RUU Prolegnas tahun depan yang memang menjadi carry over tahun sebelumnya, namun harus dibahas di tahun depan.
"Tentu saja nanti Pak Menteri akan diundang secara formal ke DPR terkait tahapan inisiatif RUU yang berasal dari DPR. Kami di DPR sudah bersepakat bahwa, aspek formil RUU Migas harus dijaga betul, agar nanti tidak muncul gugatan-gugatan," tuturnya. (tum)