Advokat.WahanaNews.co | Apa mau dikata, hubungan jual-beli rumah senilai Rp 12,5 miliar antara keluarga Pitaloka Citraresmi dan seorang pemilik biro perjalanan (travel) ibadah umrah, bernama Mahfudz Abdullah, berujung menjadi perkara hukum.
Kuasa hukum keluarga Pitaloka Citraresmi, Maryanto Roberto Sihotang, menyatakan, kasus dugaan penipuan yang melibatkan Mahfudz Abdullah itu telah dilaporkan ke pihak kepolisian, sebagaimana tercatat dalam Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor: STTLP/B/5860/XI/2021/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 23 November 2021.
Baca Juga:
Fenomena E-commerce: Nilai Transaksi Fantastis, tapi Ribuan Kasus Penipuan Mengintai
“Kami meminta agar Mahfudz Abdullah bertanggung jawab atas semua perbuatannya yang telah mengakibatkan klien kami dan keluarga terpaksa harus kehilangan satu-satunya rumah sebagai tempat tinggal mereka,” kata Maryanto, dalam keterangan tertulis yang diterima WahanaNews.co, Selasa (19/7/2022).
Berdasarkan laporan hasil penyelidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya, lanjut Maryanto, disebutkan bahwa hingga saat ini Mahfudz Abdullah tercatat sudah tiga kali mengabaikan panggilan pihak penyidik.
“Maka, kuat dugaan, Mahfudz Abdullah ini, yang juga pernah mengaku sebagai penceramah atau ustadz, memang sengaja mengabaikan panggilan polisi tersebut demi menghindarkan diri dari tanggung jawab,” kata Maryanto.
Baca Juga:
Reza Artamevia Dilaporkan ke Polisi Terkait Dugaan Penipuan Bisnis Berlian
Kronologi Perkara
Kemudian, Maryanto pun mengisahkan kronologi dari munculnya perkara antara keluarga Pitaloka Citraresmi dengan Mahfudz Abdullah tersebut.
Kejadiannya bermula ketika keluarga Pitaloka Citraresmi sepakat untuk menjual rumah besar di bilangan Jalan Pulomas Barat, Jakarta Timur, yang selama ini mereka tempati.
Dalam konteks itu, Pitaloka pun menawarkan rumah tersebut ke beberapa agen properti, teman-teman, dan saudara, namun belum juga mendapatkan pembeli yang pas.
Hingga, akhirnya, salah seorang teman Pitaloka, Yohana, memperkenalkan Mahfudz Abdullah sebagai calon pembeli.
Pada saat itulah Mahfudz pun memperkenalkan diri sebagai pemilik travel ibadah umrah, sekaligus penceramah atau ustadz.
Singkat cerita, terjadilah kesepakatan, Mahfudz setuju membeli rumah itu seharga Rp 12,5 miliar, yang akan dicicilnya selama sekitar 18 bulan atau 1,5 tahun.
Namun, karena mengaku belum memiliki dana yang cukup untuk membayar down payment (DP) atau uang muka bagi rumah itu, Mahfudz pun kemudian memperkenalkan Pitaloka kepada “mitra bisnis”-nya bernama Lie Andry Setyadarma, yang belakangan diketahui adalah seorang pendana (funder).
“Menurut Mahfudz, Lie Andry Setyadarma akan menanggung dulu pembayaran DP rumah tersebut sebesar Rp 4,5 miliar, yang akan diserahkan setelah perjanjian jual-beli (PPJB) antara Lie dengan ibu Pitaloka, Andjani Kartoredjo, selaku pemilik rumah yang namanya tercantum dalam sertifikat, selesai ditandatangani,” kisah Maryanto.
Proses penandatanganan PPJB itu pun kemudian dilakukan di rumah orangtua Pitaloka, 16 Agustus 2019, di hadapan Notaris Faridah SH.
Setelah itu, Lie Andry kemudian mengirimkan uang melalui transfer bank kepada Pitaloka.
Namun, ternyata, nilainya hanya Rp 3,375 miliar, bukannya Rp 4,5 miliar sebagaimana perjanjian.
“Ketika klien kami menanyakan hal itu kepada Mahfudz, dijelaskanlah bahwa nilai Rp 4,5 miliar itu terkena biaya administrasi dan lain-lain, sehingga yang diterima klien kami hanya sebesar Rp 3,375 miliar,” kata Maryanto.
Meski begitu, lanjutnya, Mahfudz mengaku kepada Pitaloka bahwa ia siap dan pasti akan menanggungjawabi semua biaya yang terkait dan terpotong oleh funder tersebut.
Bukan itu saja, bahkan, Mahfudz pun kemudian meminjam lagi uang Pitaloka sebesar Rp 1,74 miliar.
“Bilangnya, dana itu akan dipakainya sebagai uang pelicin untuk melancarkan proyek travel umrah miliknya agar dia bisa membayar cicilan rumah kepada klien kami,” papar Maryanto.
Akhirnya, tambah Maryanto, karena gencarnya bujuk rayu yang dilakukan Mahfudz, Pitaloka pun percaya dan menyerahkan uang sebesar Rp 1,74 miliar tadi.
Terusir dan Tinggal di Kontrakan
Menurut Maryanto, perkembangan selanjutnya betul-betul membuat miris.
“Mahfudz membuat perjanjian bahwa ia akan membayarkan cicilan rumah sebesar Rp 3,5 miliar pada bulan November 2019, dan sisanya bakal dicicil selama paling lambat 15 bulan. Namun, Mahfudz tak pernah melakukan cicilan pembayaran sesuai kesepakatan,” ujar Maryanto.
Ironisnya, pada bulan Agustus 2020, Pitaloka malah menerima surat somasi dari Lie Andry sebanyak tiga kali, yakni tanggal 13, 21, dan 29 Agustus 2020.
Somasi itu menyatakan bahwa rumah tersebut sudah berganti kepemilikan menjadi hak Lie Andry Setyadarma sejak tanggal 21 Juli 2020, sehingga keluarga Pitaloka diharuskan meninggalkan dan mengosongkan rumah secepat mungkin.
Ujung-ujungnya, Pitaloka pun terusir dari rumah besar senilai Rp 12,5 miliar itu, dan hingga saat ini harus hidup di sebuah rumah kontrakan.
Maka, pada 23 November 2021, Pitaloka pun melaporkan Mahfudz Abdullah ke Polda Metro Jaya.
“Kami menginginkan agar Ibu Pitaloka bisa mendapatkan kembali hak atas hasil penjualan rumah yang terletak di bilangan Jalan Pulomas Barat, Jakarta Timur, itu dan Mahfudz Abdullah mempertanggungjawabkan segala perbuatannya yang telah menyengsarakan klien kami tersebut,” tandas Maryanto.
Seharusnya, tambah Maryanto, kalaulah Mahfudz Abdullah memang memiliki iktikad baik, hadapi saja panggilan pihak penyidik Polda Metro Jaya, bukannya malah mangkir.
“Padahal, dirinya mengaku sebagai penceramah atau ustadz. Tetapi, perilakunya justru malah mendzalimi klien kami,” pungkas Maryanto. [tum]