Wahanaadvokat.com | Payan Siahaan, orang tua korban penculikan aktivis 1997-1998 oleh Tim Mawar, Ucok Munandar Siahaan merasa harga dirinya terinjak-injak saat mendengar kabar Mayjen Untung Budiharto diangkat sebagai Pangdam Jaya. Berita itu juga disebut melukai batin keluarga korban.
Payan berharap pada awal 2022 keluarga korban penghilangan paksa tahun 1997-1998 mendapatkan kabar baik. Namun, mereka justru mendapati salah satu dari 11 anggota Tim Mawar melenggang menjadi Panglima Kodam.
Baca Juga:
Wali Kota Bekasi Dampingi Pangdam Jaya Resmikan Makodim 0507/Bekasi
Hal ini Payan sampaikan dalam konferensi pers virtual yang digelar Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Jumat (7/1).
"Tentunya ini buat kami keluarga korban sudah semakin diinjak-injak harga diri. Saya sangat prihatin dan juga sangat menyiksa batin kami keluarga korban dengan pengangkatan dari Untung Budiharto ini jadi panglima (Kodam) di DKI," kata Payan.
Menurut Payan, pengangkatan Untung sebagai Pangdam Jaya menunjukkan perasaan keluarga korban penculikan tahun 1997-1998 tidak dianggap.
Baca Juga:
Kodam Jaya Menerima Bantuan 6000 Susu dari PT Cimory Group
Padahal, kata Payan, perasaan keluarga korban seharusnya menjadi perhatian Presiden Joko Widodo yang pernah memanggil mereka dua kali ke Istana Negara. Payan menilai, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tidak berniat menyelesaikan kasus penculikan 1997-1998.
"Telah kami utarakan bagaimana perihnya, bagaimana sakitnya kami selama hampir 24 tahun untuk meminta keadilan atas penculikan keluarga dan anak kami," kata Payan.
Payan mengingatkan salah satu janji dalam Nawacita Jokowi adalah penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Termasuk dalam kasus itu adalah penculikan atau penghilangan paksa 1997-1998.
Payan mengatakan salah satu hal yang sangat menyedihkan dari korban penculikan adalah statusnya yang tidak diketahui. Hal ini membuat penculikan itu masih terus berlangsung selama keberadaan korban, termasuk anaknya, belum terungkap.
"Penculikan itu masih berjalan terus sampai dengan diketahuinya status dari anak itu, dan itu menjadi (hal) menyakitkan kami yang setiap hari mencari keadilan itu sendiri," ujar Payan.
Payan mengaku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia berharap Jokowi mau melaksanakan rekomendasi Komnas HAM atas kasus penghilangan paksa itu.
Di sisi lain, keluarga korban penculikan 1997-1998 merasa Jokowi tidak mengarah pada penyelesaian HAM berat. Ia mengaku tidak habis pikir Untung diangkat sebagai Pangdam Jaya.
"Kenapa sudah melakukan kejahatan tapi kok masih bisa diterima sebagai anggota TNI dan dapat jabatan yang sangat mentereng di dalam negara kita ini. Saya tidak habis pikir lah," tutur Payan.
Tim Mawar merupakan tim kecil yang berasal dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV TNI AD. Tim Mawar beranggotakan 10 orang yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono pada Juli 1997.
Selain Untung, Anggota Tim Mawar adalah Kapten Inf. Fausani Syahrial Multhazar, Kapten Inf. Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Inf. Yulius Selvanus, Kapten Inf. Dadang Hendrayudha, Kapten Inf. Djaka Budi Utama, Kapten Inf. Fauka Noor, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
Tugas Tim Mawar adalah memburu dan menangkap aktivis pro demokrasi menjelang kejatuhan rezim militer Soeharto. Operasi tim ini kemudian terbongkar. Kristiono dan 10 anggota Tim Mawar pun diseret ke Mahkamah Militer Tinggi II pada April 1999.
Putusan Mahkamah Militer Tinggi II menyatakan Untung dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari ABRI. Namun putusan banding tahun 2000 menyatakan Untung dihukum 2 tahun 6 bulan penjara tanpa pemecatan.
Sebelum diangkat menjadi Pangdam Jaya, Untung mengemban amanat sebagai Staf Khusus Panglima TNI sejak Oktober 2021. [tum]