Wahanaadvokat.com | Tarif visa di Indonesia diatur dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28, tahun 2019.
Kepala Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Bali, Jamaruli Manihuruk menanggapi adanya dugaan mafia dalam pengurusan visa bagi wisatawan asing yang akan ke Bali.
Baca Juga:
Kasus Eks Pejabat MA Zarof Ricar, ICW Nilai Pintu Masuk Bongkar Mafia Peradilan
"Itu, tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM," kata Jamaruli, saat dikonfirmasi Senin (21/2).
Sementara, untuk harga visa dalam masing-masing jenisnya dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diantaranya untuk visa kunjungan sekali perjalanan dengan per permohonan sebesar US$ 50.00. Lalu, visa kunjungan beberapa kali perjalanan dihitung per tahun per permohonan itu US$ 110.00, dan visa kunjungan saat kedatangan per permohonan Rp500.000.
Kemudian, visa tinggal terbatas per permohonan sebesar US$ 150.00, visa tinggal terbatas saat kedatangan per permohonan Rp 700.000 dan persetujuan visa direktur Jenderal Imigrasi per permohonan Rp200.000
Baca Juga:
Ipda Rudy Soik Dipecat Usai Bongkar Mafia BBM di NTT, Tempuh Banding
"Adanya dugaan permainan tarif visa menjadi perhatian kami dan kami sudah menurunkan tim untuk ke beberapa agen perjalanan dan kami masih melakukan pendalaman," imbuhnya.
Kemenkumham Bali akan memerintahkan dan melibatkan seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk melakukan pengawasan terhadap agen perjalanan.
"Kami akan tetap melakukan pengumpulan informasi dan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu seberapa jauh kenaikan harga visa yang dilakukan oleh agen dan sejauh mana kesepakatan pembayaran visa yang dilakukan oleh pemohon dengan pihak agen," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, sampai saat ini pihaknya belum ada menerima laporan tentang agen yang nakal dan ke depannya akan terus memantau perkembangan permohonan visa melalui agen yang ada di Bali.
Sementara, ia juga menyarankan untuk turis yang akan ke Bali agar terhindar dari permainan harga visa, maka para pemohon atau penjamin dapat langsung mengajukan permohonan visa melalui aplikasi visa online dan langsung ke Direktorat Jenderal Imigrasi tanpa melalui agen.
"Jika transaksi biaya visa telah disepakati antara pemohon dengan pihak agen, seharusnya tidak ada yang dirugikan karena kedua belah pihak telah sepakat, dan jika korban merasa dirugikan dan ingin mengadukan silahkan mengadukannya kepada kepolisian," jelasnya.
Seperti yang diberitakan, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana atau Cok Ace membenarkan adanya laporan mafia visa dan karantina di Pulau Bali.
Ia menyebut memang ada salah satu perusahaan travel mempromosikan bagi wisatawan yang ingin ke Bali bisa menggunakan jalur cepat tapi dengan harga yang sangat mahal mencapai Rp5,5 juta padahal harga resmi dari pemerintah ada yang dibawa Rp1 juta.
"(Kalau) yang visa, yang jelas dalam beberapa flyer, beberapa promosi salah satu perusahaan menyampaikan bahwa untuk jalur paling cepat bayar Rp5,5 juta yang medium Rp 4,5 juta. Itu, saya baca dari beberapa flyer dari instragram dan lain sebagainya," kata Cok Ace, di Gedung DPRD Bali, Senin (21/2).
Ia juga mengungkapkan, adanya hal itu pihaknya sudah menyampaikan ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Itupun saya sudah menyampaikan ke kementerian. Jangan sampai (harga) terlalu jauh timpang, kalau kita lihat resminya dari pemerintah kan tidak sampai (segitu). Kalau cari untung yang wajar-wajar saja," imbuhnya. [tum]