Wahanaadvokat.com I Direktur LBH Sekolah Jakarta, Roder Nababan, menyebut pihaknya mendapat kabar ada dua orang siswa di Tapanuli Utara (Taput) dipaksa turun kelas.
Dia menyebut hal itu terjadi karena orang tua kedua siswa itu tak memilih suami kepala sekolah menjadi kepala desa setempat.
Baca Juga:
Carita Kakek yang Dituduh Curi Ayam Sakral Ibu Kades di Bojonegoro, Dibebaskan Hakim
Dua siswa yang disebut dipaksa turun kelas itu adalah R (12) dan W (10). Keduanya disebut sebagai siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.
"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orang tuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk di bangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebut Roder Nababan seperti dilansir dari Antara, Senin (15/11/2021).
Dia mengatakan kedua siswa itu kerap mengalami intimidasi dari Kepsek berinisial JS hingga menerima ancaman untuk pindah sekolah setelah ayah R dan W diketahui mendukung calon kepala desa lain.
Baca Juga:
Dinilai P2KD Curang ,Pj Bupati Aceh Singkil Diminta Batalkan Hasil Pilkades Situbuh Tubuh
"Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo. Yah, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi Kepala Desa tidak didukung orang tua muridnya," kata Roder.
Dia menyebut peristiwa ini telah dilaporkan ke Unit I Polda Sumatera Utara atas tindak pidana pengancaman terhadap anak seperti diatur dalam UU Perlindungan Anak. Dia berharap masalah ini diproses secara hukum.
"Harapan kita, persoalan ini segera diatensi aparat hukum demi keadilan. Sebab, menurut penuturan korban dan keluarganya, kedua anak ini telah mengalami trauma mendalam setelah menjadi korban penyalahgunaan jabatan sang Kasek hingga harus rela duduk di bangku kelas II selama satu bulan seminggu terakhir," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor Hutasoit, mengatakan pihaknya sudah memanggil Kepala SDN 173377. Menurutnya, kepsek tersebut membantah tuduhan tersebut.
"Dalam keterangannya, Kasek SDN 173377 membantah hal itu, kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca. Itu jawabannya," ujar Bontor.
Bontor mengatakan kepala sekolah juga tidak dimungkinkan menurun kelas peserta didik dari kelas VI menjadi kelas II atau dari kelas IV menjadi kelas II. Menurutnya, siswa itu diajari di kelas II karena tidak lancar membaca.
"Kalau dapodiknya itu tetap, kelas VI dan kelas IV. Namun, karena tidak lancar membaca, keduanya diajari di kelas II," terangnya.
Dia juga bicara soal status JS sebagai Plt Kepala Desa. Bontor mengatakan hal tersebut dilakukan sesuai aturan.
"Sesuai Peraturan Bupati, memang ketika ada jabatan, semisal jabatan kepala desa yang kosong diisi oleh penjabat yang bersumber dari PNS yang ada di wilayah itu demi pelayanan masyarakat," ujarnya. (tum)