Advokat.WahanaNews.co | Jika kembali mangkir dalam panggilan kedua nanti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjemput paksa istri dan anak dari Gubernur Papua, Lukas Enembe.
"Soal mangkirnya para saksi, pasti kami segera panggil yang kedua kalinya. Jika mangkir kembali maka sesuai ketentuan hukum bisa dilakukan jemput paksa terhadap saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Penyidik KPK Panggil Direktur PT RDG Airlines dalam Kasus Dugaan Suap
Ali Fikri menyebut, KPK memiliki hak melakukan jemput paksa terhadap saksi maupun tersangka jika tak hadir dalam pemeriksaan ataupun panggilan.
Menanggapi hal itu, masyarakat Jayapura merasa khawatir terhadap situasi keamanan di Papua. Salah satunya adalah Nikolas Demotow yang tinggal di wilayah Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, turut merasakan kekhawatiran tersebut.
Kekhawatiran yang dirasakan oleh Nikolas yaitu akibat yang ditimbulkan setelah beredarnya informasi yang mengatakan bahwa Gubernur Lukas Enembe adalah kepala suku besar bagi seluruh orang Papua. Menurutnya, dengan beredarnya informasi tersebut dapat menimbulkan keresahan dan penolakan dari komunitas suku-suku yang ada di seluruh tanah Papua.
Baca Juga:
KPK Ungkap Tersangka Penyuap Eks Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal Dunia
“Bagi kami orang Jayapura, kami tidak setuju, karena kita di Jayapura juga punya kepala suku besar. Jadi kalau bapa Lukas ini kami tahu sebagai Gubernur Papua untuk semua masyarakat lewat Pemerintah. Tapi lewat adat, kami orang Jayapura tidak tahu bapa Lukas sebagai Ondoafi terbesar untuk orang Papua,” ujar Nikolas, Sabtu (8/10/2022).
Nikolas juga melanjutkan, benar bahwa Bupati Jayapura saat ini yang adalah seorang Ondoafi besar di Sentani, tetapi ia hanya menjadi Ondoafi untuk sukunya sendiri. Bukan Ondoafi untuk seluruh Sentani.
Karena masing-masing dari wilayah adat Kabupaten Jayapura, seperti di Sentani, Arso, Genyem, memiliki Ondoafinya sendiri-sendiri.
Sebagai tokoh masyarakat Depapre, Nikolas kembali menegaskan bahwa dalam keseharian masyarakat Papua berlaku tiga jenis aturan, yaitu aturan negara atau pemerintah, aturan adat, dan aturan gereja. Sedangkan untuk kesalahan yang dituduhkan kepada Gubernur Papua saat ini adalah kesalahan menurut pemerintah, maka harus diadili dengan hukum negara yang diwakili oleh KPK.
“Jadi bapa Gubernur jangan libatkan adat, undang masyarakat, undang keluarga untuk ambil tindakan untuk menjaga bapa. Cara-cara yang bapa pakai itu hukum adat,” ujar Nikolas.
Nikolas mengimbau bagi seluruh masyarakat yang ada di wilayah adatnya untuk tidak terpengaruh terkait isu-isu yang dapat memperkeruh situasi. [tum]