WALINKI ID | Indra Kenz yang berjuluk Crazy Rich Medan diduga melakukan penipuan via aplikasi Binomo. Korbannya ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 25,6 miliar.
Doni Salmanan dan Indra Kenz ditetapkan sebagai tersangka dugaan penipuan investasi opsi biner (binary option).
Baca Juga:
Indra Bekti Disebut Kena Pendarahan Otak, Bagaimana Kronologinya?
Kemudian Doni diduga berafiliasi sebagai penyedia opsi biner mirip dengan Binomo yang disebut Quotex.
Jumlah kerugian korbannya pun mencapai miliaran sebab Doni setidaknya menerima keuntungan 80 persen dari kerugian korban yang kalah trading.
Kasus investasi bodong tidak hanya sekali dua kali terjadi. Bahkan saat kata 'investasi' belum begitu seksi, sudah ada kasus serupa yang mengusung jualan penggandaan uang.
Baca Juga:
Kronologi Indra Bekti Dikabarkan Alami Pendarahan Otak
Psikolog Nisfie M. Hoesein teringat akan kasus Dimas Kanjeng beberapa tahun silam.
“Itu dulu yang dibohongin orang-orang pintar," ujar Nisfie saat melansir CNNIndonesia.com, Jumat (25/3/2022).
Kini janji palsu menggandakan uang dibalut dengan kemasan lebih keren lewat investasi. Tak tanggung-tanggung, korbannya sampai ratusan orang. Janji bisa kaya dalam waktu singkat mampu membuat orang terjebak penipuan.
Menurut Nisfie, ada tiga alasan orang bisa sampai terjebak dalam investasi bodong yakni, edukasi zaman, pola asuh saat kecil dan pemandangan indah orang bergelimang harta di situasi krisis.
1. Edukasi zaman
Tanpa Anda sadari, zaman 'mendidik' orang untuk menikmati sesuatu yang instan. Salah satu yang paling terasa adalah berbagai hal bisa Anda lakukan dan didapat cukup dengan menekan tombol.
"Edukasi zaman, zaman yang membuat kita dalam kondisi bisa cepat kok, ngapain pake lama? Kalau bisa gampang, ngapain dipersulit? Zaman ini serba mudah, orang-orang tidak terlatih untuk tekun dan sabar. Kalau sabar kan rela menunggu, menahan diri, sedangkan instan, tidak," jelas Nisfie.
2. Pola asuh saat kecil
Jika melihat generasi sekarang lebih suka sesuatu yang instan, patut ditilik bagaimana pola asuh orang tuanya.
Pola asuh semasa kecil turut berkontribusi pada karakter orang yang kurang terlatih menikmati proses. Anak terbiasa dalam kondisi serba ada, serba tersedia tanpa harus berusaha.
Nisfie memberikan contoh, anak belum merasa haus atau lapar tapi orang tua sudah menyediakan kebutuhannya. Padahal anak bisa saja mengkomunikasikan kebutuhannya lewat menangis atau merengek.
Namun karena sudah tersedia, anak cukup diam, tanpa melakukan usaha apapun.
3. Pemandangan 'indah' di tengah situasi krisis
Pandemi merupakan situasi krisis yang dialami semua orang. Orang dituntut untuk beradaptasi dengan situasi agar bisa bertahan hidup.
Namun situasi krisis ini ternyata tidak berpengaruh pada sejumlah orang termasuk mereka yang berjuluk 'Crazy Rich'.
"Kayaknya kalau masuk ke situ [kalangan Crazy Rich] pasti akan terbebas dari tekanan ekonomi ini. Crazy Rich kan jualan mimpi, ada mobil mewah, bagi duit seenaknya, beli rumah miliaran," ujarnya.
"Buat orang-orang yang sedang terpuruk, [melihatnya] enak banget ya, gimana caranya biar seperti mereka? Mereka melakukan apa sih? Bisnisnya apa? Akhirnya terjun tanpa pikir panjang," sambung Nisfie.
Agar tidak terjebak investasi bodong
Melihat penyebab-penyebabnya, rasanya sulit mencegah diri agar tidak terjebak tawaran investasi bodong. Namun Nisfie mengingatkan bahwa masih ada satu hal yang bisa dikendalikan yakni, faktor ketiga.
Anda banyak mendapat ekspos betapa mudahnya hidup sebagai orang kaya baik lewat media massa maupun media sosial. Hanya saja, Anda tidak akan mudah silau dengan pemandangan indah ini jika banyak bersyukur.
Terdengar klise memang, tetapi Nisfie berkata dengan cara sederhana ini Anda bisa jauh dari jebakan penipuan.
"Bersyukur dengan apa yang ada. Grateful, mindful. Happiness bukan dari jumlah uang sebetulnya, tapi apa yang bisa kita lakukan. Kita bersyukur, meski tidak sekaya orang-orang ini, tapi tidak terjebak dalam khayalan yang bisa mencelakakan diri," katanya.
Dia menambahkan, tanpa rasa syukur orang mudah sekali terjebak mimpi atau halusinasi bisa kaya secara instan. Para penipu ini begitu pandai memainkan logika calon korbannya bermodal 'need' dan 'trust'.
Saat keduanya sudah dipegang, si penipu bisa melancarkan aksinya dengan mudah.
"Need, kebutuhan orang itu tidak pernah habis. Dikasih Rp 5 juta cukup, dikasih Rp 10 juta cukup, enggak pernah ada lebihnya. Kemudian trust, yang nipu ini penampilannya ideal, wujud kekayaannya ada, enggak ngomong doang," jelasnya. [tum]