Di sini China Development Bank akan meneruskan pinjaman ke sebuah perusahaan yang dibentuk atas patungan China dan Indonesia. Pada 2017 CDB meneken perjanjian pinjaman senilai US$ 3,96 miliar dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang 60% saham dimiliki oleh Indonesia dan 40% China untuk mengerjakan proyek kereta cepat ini.
Pinjaman ini disalurkan dalam dua tahap yaitu US$ 2,38 miliar dan dalam renminbi senilai US$ 1,58 miliar. Dengan jatuh tempo 40 tahun dan masa tenggang 10 tahun. Lalu tingkat bunga 2% untuk dolar AS dan 3,46% untuk renminbi.
Baca Juga:
Pasar Inpres Senen Blok VI Segera Dibangun
Dengan kata lain, meski baru bisa balik modal dalam kurun waktu sekitar 40 tahun, pemerintah China masih mendapatkan sejumlah keuntungan finansial dari bunga utang sebesar 2% dari total pinjaman senilai US$ 3,96 miliar dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
2. Adanya penggunaan produk dan tenaga kerja dari China
Keuntungan lain yang didapatkan oleh China tentulah serapan tenaga kerja maupun produk impor asal China. Proyek ini diketahui melibatkan cukup banyak TKA China.
Baca Juga:
Proyek Saluran Pulomas Utara Disorot, Abdul Rauf Gaffar Terancam Dilaporkan ke APH
Penggunaan banyaknya TKA China di proyek ini bahkan sempat menuai polemik. Sebut saja seperti pengguna tukang las rel yang harus didatangkan dari sana.
Dikatakan bahwa penggunaan jasa tukang las dari luar ini diperlukan karena dalam proses pengerjaan rel kereta menggunakan teknologi yang belum bisa dilakukan oleh tenaga kerja lokal.
Sebelumnya PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) melalui akun Twitter-nya, Jumat (11/02/2022), menjelaskan mengenai keahlian yang harus dimiliki tukang las proyek KCJB. Dikatakan bahwa untuk melengkapi rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) terbaru dengan spesifikasi terbaik, rel 60 yang berstandar tinggi, tidak lengkap jika treatment terhadap rel tidak menggunakan standar terbaik.