WahanaNews-Konsumen | Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY tengah gencar mensosialisasikan hak-hak konsumen yang belum sesuai dengan harapan saat ini.
Salah satunya fenomena ketika konsumen mengalami gagal bayar terhadap kendaraan bermotor atau kredit macet kendaraan, konsumen mempunyai hak tidak bisa ditarik paksa di jalanan.
Baca Juga:
Industri Fintech Bergolak di IFSE 2024, OJK Serukan Perlindungan Konsumen
Diharapkan dengan adanya sosialisasi yang dibantu OJK ini, masyarakat mengetahui hak-haknya dan bisa memperjuangkan hak mereka.
Anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN-RI Slamet Riyadi yang akrab disapa Didi mengatakan pihaknya sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tengah gencar mensosialisasikan hak-hak konsumen.
Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUUXIX/2021 konsumen tersebut harus didaftarkan dulu baru diputuskan pengadilan kewenangan perusahaan pembiayaan untuk menarik kendaraan bermotor itu.
Baca Juga:
OJK dan FSS Korea Bahas Pengawasan Lintas Batas dan Kerja Sama Keuangan
"Selama ini yang terjadi, ironisnya konsumen sudah bayar cicilan 33 kali dan sisa tiga bulan lagi tetapi tidak diberikan negosiasi misalnya restrukturisasi atau pengurangan hutang, tapi main tarik saja," tuturnya usai Diskusi Peran Stakeholder terkait Implementasi UU Jaminan Fidusia, UU P2SK, Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUUXIX/2021 dalam rangka Pencegahan Penarikan Paksa Kendaraan Bermotor di Kantor OJK DIY, Rabu (17/5/2023).
Karena itu, lanjutnya, lebih banyak sudah banyak yang bayarnya dari pada yang belum harusnya diberikan dispensasi tidak langsung ditarik kendaraan bermotor. Ini kita sosialisasi dan infokan tidak boleh mengambil paksa kendaraan bermotor di jalan karena melanggar aturan POJK, keputusan MK dan UU Jaminan Fidusia.
Itu yang coba kita gaungkan kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka.
Didi menyampaikan sebagai konsumen yang sudah terlambat dan mempunyai itikad baik tinggal lapor kepada perusahaan pembiayaan ada masalah ekonomi dan meminta menunda pembayaran.
Sedangkan dari pihak perusahaan pembiayaan, jika tidak datang dan tidak ada itikad baik dari konsumen maka harusnya memberikan surat teguran 1, 2 dan 3 hingga somasi baru mengirimkan jasa penagih hutang. Sehingga tidak serta merta menggunakan jasa penagih hutang ketika konsumen terlambat.
"Penagih hutang atau debt colector tidak bisa langsung dipakai di jalan, mereka harus dibekali identitas, mempunyai sertifikasi dari OJK dan surat tugas dari lembaga pembiayaan jika tidak itu ilegal. Kita bersama OJK DIY bersama mensosialisasikan upaya pencegahan penarikan paksa kendaraan dijalan," ungkapnya.
Jika itu dilanggar, kata Didi, maka perusahaan pembiayaan akan dikenakan sanksi administrasi hingga pencabutan izin usaha. Apabila masyarakat memiliki permasalahan terkait penarikan paksa kendaraan.
BPKN RI dan OJK DIY Gencar Sosialisasikan Hak-Hak Konsumen
Kepala OJK DIY Parjiman yang akrab dipanggil Jimmy menyatakan pelaporan ke OJK sudah diatur dan tersistem melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) atau bisa melapor kepada OJK baik datang langsung maupun melalui surat.
Jadi apabila konsumen mengalami dispute dengan pelaku jasa keuangan segera laporkan kepada OJK yang kemudian akan diinput ke APPK yang merupakan langsung kepada nama perusahaan pembiayaan yang dilaporkan. Leasing tersebut akan ada alert guna menanggapi pengaduan dari masyarakat.
"Konsumen yang melapor melalui APPK akan diberikan username dan password guna memantau penyelesaian dari perusahaan pembiayaan yang dituju. Itu nanti tergantung persetujuan dari masyarakat atau konsumen atas tindak lanjut yang ditawarkan perusahaan leasing," ujarnya.
Jimmy menjelaskan jika tidak setuju akan ada dua langkah yang bisa dipilih konsumen yaitu melalui aparat penegak hukum dan diteruskan kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) yang akan melakukan mediasi guna mencari penyelesaian terbaik.
Apabila tidak ada titik temu akan kembali ke aparat penegak hukum. OJK DIY telah menerima pengaduan khusus terkait penarikan kendaraan bermotor sebanyak 9 aduan pada 2022 dan baru 1 aduan yang masuk pada 2023. Keseluruhan aduan yang masuk sudah diselesaikan melalui APPK.
"Sebagai salah satu tugas dari OJK, kami tengah concern pada perlindungan konsumen. Makanya di internal OJK melakukan transformasi dimana salah satu Anggota Dewan Komisioner OJK menjadi Kepala Eksekutif dan membentuk Departemen Market Conduct yang akan melakukan evaluasi dengan mengutamakan perlindungan konsumen. Kami akan perkuat pengawasan terhadap perilaku usaha jasa keuangan agar bisa memberikan perlindungan konsumen yang lebih baik lagi," pungkas Jimmy.[zbr/krjogja]