Berdasar temuan di lapangan, market leader dan distributornya tersebut diduga bekerja sama melarang sejumlah toko menjual AMDK merek lain. Sehingga KPPU menilai tindakan tersebut menghalangi pelaku usaha lain di dunia usaha AMDK. Market leader tersebut didenda sebesar Rp 13,8 miliar dan distributornya dihukum denda sebesar Rp 6,2 miliar.
Namun hukuman ini dinilai tak membuat jera karena saat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan regulasi pelabelan kemasan galon bekas pakai yang mengandung Bisphenol A (BPA), terjadi perlawanan keras dengan banyak tudingan negatif. Salah satunya, kampanye hitam yang menyebut isu BPA terkait persaingan usaha hingga menjurus ke personal dan menyebar fitnah ke pribadi dan keluarga petinggi BPOM.
Baca Juga:
KPPU Surabaya Intensifkan Pengawasan Pasca-Lebaran untuk Kemitraan Usaha Sehat
Pada 25 September 2022 lalu, Deputi Bidang Pengawasan dan Olahan BPOM Rita Endang menegaskan BPOM adalah lembaga pemerintah yang tak ada sangkut pautnya dengan persaingan dunia bisnis AMDK.
"Tugas dan fungsi BPOM adalah menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan, mutu, label, dan iklan pangan," ujar Rita.
Menurutnya, regulasi pelabelan galon polikarbonat yang mengandung BPA, disusun demi melindungi kepentingan kesehatan dan keamanan produk yang memang sudah menjadi kewenangan BPOM.
Baca Juga:
Terkait Naik Harga Tiket Pesawat, 6 Maskapai Penuhi Panggilan KPPU
"Hal ini merupakan bagian dari fungsi dan kewajiban BPOM untuk melindungi masyarakat," kata Rita.
Rita mengungkapkan BPOM menemukan adanya potensi bahaya dari migrasi BPA kemasan pangan ke dalam pangan pada sarana distribusi serta fasilitas produksi industri AMDK. Temuan tersebut diperoleh melalui uji post-market air minum dalam galon guna ulang polikarbonat selama satu tahun (2021-2022).
"Berdasarkan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia, menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan adanya potensi bahaya migrasi BPA pada sarana distribusi dan fasilitas produksi industri AMDK," tutur Rita.