Namun, UU itu dinilai inkonstitusional, sampai adanya perbaikan yang dilakukan oleh pembuat UU.
Ia menilai salah satu alasannya ialah karena tidak dikenalnya omnibus law dalam PPP.
Baca Juga:
Anies Baswedan Kritik Kinerja Jokowi dalam Menurunkan Angka Pengangguran Dua Periode
Menurut Firman, revisi UU No 12/2011 dapat menjadi inisiatif DPR, sedangkan untuk perbaikan UU Cipta Kerja menjadi inisiatif pemerintah.
Kedua perbaikan itu akan dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2022.
Pengajar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura, mengatakan, MK tidak memerintahkan revisi UU PPP.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Ungkap Pembicaraan dengan Buruh Brebes, Fokus pada Evaluasi UU Cipta Kerja
Oleh karena itu, ia mempertanyakan logika pembentuk UU yang ingin mendahulukan revisi UU PPP baru memperbaiki UU Cipta Kerja.
”Kesannya jika omnibus law sudah diatur di dalam UU PPP, maka UU Cipta Kerja menjadi konstitusional. Padahal, putusan MK tidak bicara soal omnibus law saja. Itu salah satu aspek saja dari putusan MK,” katanya.
Menurut Charles, jika dicermati lebih dalam, putusan MK menyoroti pembentukan UU Cipta Kerja yang tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.