Konsumen.WahanaNews.co, Jakarta - Era ekonomi digital tidak hanya menawarkan kemudahan akses dan transaksi keuangan bagi masyarakat, tapi di lain sisi, masyarakat juga kerap kali diliputi risiko siber, kebocoran data, transparansi dan kecurangan.
Selain itu, ada pula bayang-bayang risiko penipuan dengan beragam modus antara lain SIM swap, data breaches, skema Ponzi dan maraknya penyedia layanan keuangan ilegal. Bahkan saat ini sedang berkembang modus pengiriman file “.apk" melalui media komunikasi yang dapat menyedot data serta dana finansial korban.
Baca Juga:
Pelindungan Konsumen Sistem Pembayaran
Masyarakat harus berhati-hati terhadap penipuan dengan beragam kedok karena berisiko merugikan finansial. Salah satu yang dapat dilakukan masyarakat untuk menghindari risiko penipuan adalah menjaga kerahasiaan data pribadi dan memastikan kebenaran informasi yang diterima.
Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah korban penipuan modus file “.apk" terbanyak di dunia, yang porsinya mencapai 15 persen secara global.
Sepanjang tahun 2017-2023, penipuan berkedok investasi/investasi ilegal mengakibatkan kerugian sebesar Rp139 triliun di Indonesia, yang setara dengan pembangunan 12.600 sekolah baru hingga 504 rumah sakit baru.
Baca Juga:
Perlindungan Konsumen Era Digital: Ini 4 Langkah Aman Ajukan Keluhanmu
Kondisi tersebut tentu saja mendapatkan perhatian dan fokus regulator termasuk Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terutama dalam hal edukasi dan pelindungan konsumen.
Memperkuat perlindungan konsumen
BI semakin memperkuat peraturan terkait pelindungan konsumen dari penyelenggara penyedia yang mencakup penyelenggara di bidang sistem pembayaran, penyelenggara kegiatan layanan uang, pihak yang melakukan kegiatan di pasar uang dan pasar valuta asing, dan pihak lainnya yang diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia.