Perapki.WahanaNews.co | Permohonan audit terhadap yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) diajukan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kasi Penkum Kejati DKI Ade Sofyansyah mengatakan hal tersebut dilakukan lantaran pihaknya mendapatkan informasi bahwa yayasan ACT masih beroperasi melakukan pengumpulan uang dan investasi.
Baca Juga:
Eks Presiden ACT Mohon Dibebaskan dari Segala Tuntutan, Ini Alasannya
"Berkenaan dengan gugatan ke ACT itu informasi yang diperoleh teman-teman, ACT itu disinyalir masih melakukan operasi pengumpulan dan masyarakat dan ini investasi juga," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (11/9).
Berdasarkan informasi tersebut, pihaknya kemudian melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu teregister dengan nomor 760/Pdt.P/2022/PN JKT.SEL tertanggal Selasa 6 September 2022.
Dalam gugatannya, Kajari Jaksel meminta majelis melakukan pemblokiran rekening atas nama yayasan ACT dan rekening badan hukum terkait. Kajari juga meminta agar perubahan Anggaran Dasar Yayasan ACT dan badan hukum terkait dapat segera dilarang.
Baca Juga:
Ini Tujuan ACT Alirkan Dana Rp 10 Miliar ke Koperasi Syariah 212
Selain itu, gugatan juga dilakukan agar Badan Pengawas dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit terhadap ACT. Tak hanya itu, Kejari Jaksel juga meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membekukan Yayasan ACT.
"Tujuannya untuk meminta BPKP untuk melakukan audit terhadap ACT, kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membekukan itu," tuturnya.
Dalam kasus ini Bareskrim Polri telah menetapkan pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar, serta dua petinggi ACT Hariyana Hermain dan Novariandi Imam Akbari sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana donasi ACT.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang ITE.
Selain itu mereka juga dikenakan Pasal 70 ayat (1) dan 2 juncto Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, Pasal 3, 4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
Ahyudin dan Ibnu Khajar serta dua tersangka lainnya terancam hukuman 20 tahun penjara akibat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersebut. [tum]