Perapki.WahanaNews.co | Subdirektorat Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, menggerebek kantor pinjaman online atau pinjol ilegal yang melakukan proses penagihan kepada nasabahnya dengan cara mengancam.
Penggrebekan tersebut dilakukan di kawasan Kota Manado, Sulawesi Utara.
Baca Juga:
Judi Online dan Pinjol Ilegal ‘Adik Kakak’, Menkominfo: Harus Disikat
Mengingat lokasinya di Kota Manado, Sulawesi Utara, Polda Metro Jaya langsung berkoordinasi dengan Subdit Siber Polda Sulawesi Utara, untuk melakukan tindak lanjut kantor pinjol ilegal tersebut.
"Pada tanggal 29 November 2022, tim Subdit Siber Polda Metro Jaya melakukan penindakan di daerah Kota Manado Sulawesi Utara. Penindakan dilakukan di salah satu ruko yang berada di kawasan ruko Marina Kota Manado yang diduga kuat sebagai tempat beroperasinya pinjaman online tersebut," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Auliansyah Lubis dalam keterangan tertulis, Minggu 4 Desember 2022.
Kemudian, kata Auliansyah, dalam proses penggerebekan tersebut polisi berhasil menemukan 40 orang. Mereka tengah melakukan operasional pinjol menggunakan laptop atau komputer. Tak hanya itu, dari puluhan orang yang diperiksa polisi menetapkan 2 orang sebagai tersangka.
Baca Juga:
OJK Sebut Banyak Anak Muda Kesusahan Ambil KPR Gegara Nunggak Utang di Paylater
Keduanya berinisial A sebagai petugas debt collector yang mengancam korban, dan G sebagai pimpinan dari pinjol ilegal tersebut. Dia menambahkan, ada 4 aplikasi pinjol ilegal yang ditawarkan.
"Diketahui bahwa beroperasinya pinjaman online dengan nama PinjamanNow, AkuKaya, KamiKaya dan EasyGo tidak memiliki izin dari OJK. Kegiatan pinjol illegal ini sudah berjalan kurang lebih selama satu tahun dengan uang nasabah dan perputaran uang diperkirakan senilai miliaran rupiah setiap bulannya," kata dia.
Maka dari itu, polisi mempersangkakan kedua tersangka dengan Pasal 30 Juncto Pasal 46 dan atau Pasal 32 jo Pasal 48 dan atau Pasal 29 jo Pasal 45B dan atau Pasal 27 ayat (4) jo Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka juga dikenakan Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 115 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dimana, kata Viktor, mereka terancam hukuman maksimal pidana penjara 12 Tahun dan denda Rp12.000.000.000,(dua belas miliar rupiah).