PPPKI.id | Lonjakan kenaikan tajam harga daging babi tak hanya menyerang Amerika Serikat (AS). Hal itu terjadi juga di China.
Dalam laporan media resmi Global Times, Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan China mengatakan bahwa harga daging babi telah mengalami peningkatan. Harga terus menerus melonjak sebesar 34,9% secara kumulatif selama lima minggu terakhir.
Baca Juga:
Kenyamanan Pengunjung Terusik, Bangkai Babi Ditemukan di Pantai Pelabuhan Lama Sibolga
"Dari tanggal 8 hingga 14 November, harga mingguan daging babi grosir mengalami kenaikan selama lima minggu, mencapai 24,02 yuan (Rp 53,6 ribu) per kilogram," sebut lembaga pemerintah itu, dikutip Senin (22/11/2021).
Seorang pedagang daging di Beijing mengaku bahwa kenaikan ini diakibatkan oleh tidak seimbangnya permintaan dan suplai. Saat ini permintaan sedang naik tajam untuk cuaca dingin yang sedang berlangsung namun pasokan tidak dapat memenuhi hal itu.
Hal ini juga diamini oleh konsumen. Seorang konsumen bermarga Yan mengatakan bahwa dengan musim dingin yang akan datang, banyak keluarga akan membuat bakso babi dan menyimpan daging babi cincang untuk pangsit.
Baca Juga:
Cegah Virus ASF pada Babi, Polda Sulut Tingkatkan Pengawasan di Perbatasan
"Ini meningkatkan permintaan," katanya.
Sementara itu, Wang Zuli, wakil peneliti di Institut Ekonomi Pertanian dan Pengembangan Akademi Ilmu Pertanian China, mengatakan bahwa kenaikan ini sendiri merupakan hal yang biasa. Pasalnya harga daging babi sempat merosot pada paruh pertama tahun 2021.
"Kenaikan harga daging babi menunjukkan peningkatan konsumsi China dengan daya beli konsumen yang kuat," tambahnya.
Sebelumnya, AS lebih dulu dilanda kenaikan harga daging yang cukup signifikan pekan ini. Untuk daging babi, harga komoditas itu dilaporkan naik sekitar 14,1% dibandingkan tahun lalu.
Kenaikan ini membuat beberapa pakar menyebutnya sebagai "bacon apocalypse" atau "kiamat daging babi asap". Warga California misalnya, wilayah konsumsi daging babi terbanyak, khawatir makanan khas negara bagian itu hilang karena mahalnya harga dan tak mampunya masyarakat membelinya.
Di AS kenaikan bukan hanya karena pasokan semata. Ini juga akibat UU baru soal peternakan babi, yang meminta luas kandang lebih layak untuk induk babi, yang sulit direalisasikan peternak. (JP)