Wahanaadvokat.com I Pembangunan tempat ibadah GKI Yasmin akhirnya mulai dilakukan setelah sempat tertunda selama 15 tahun akibat konflik.
Penantian dan harapan panjang Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor, Jawa Barat, untuk memiliki rumah ibadah sendiri, akhirnya mulai terwujud.
Baca Juga:
Suap ke Ade Yasin dari Pihak Swasta Diduga Melalui Ajudan
Minggu (5/12/2021) kemarin, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto memimpin langsung proses peletakan batu pertama pembangunan rumah ibadah tersebut.
Konflik Berkepanjangan Perjalanan pembangunan GKI Yasmin sudah berlangsung lama dan dipenuhi dengan berbagai polemik. Pada awal 2007, gereja sudah dibangun di atas tanah yang berjarak 1 kilometer dari lokasi rencana pembangunan saat ini.
Pembangunan tersebut didasarkan atas IMB yang terbit pada 19 Juli 2006. Peletakan batu pertama dihadiri Wali Kota Bogor pada saat itu, Diani Budiarto.
Baca Juga:
Komisi VI DPR RI Optimis Ketersediaan Batu Bara untuk PLN
Seiring berjalannya proses pembangunan, berbagai penolakan ternyata muncul dari warga Curug Mekar. Masyarakat bersama ormas Islam turun ke jalan untuk menyatakan keberatan mereka akan pembangunan rumah ibadah tersebut.
Pemkot Bogor akhirnya mengeluarkan surat pembekuan IMB gereja yang kemudian digugat pihak gereja ke PTUN Bandung.
Pengadilan memenangkan tuntutan pihak gereja. Namun, Pemkot Bogor memilih untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA, melalui keputusan Nomor 127 PK/TUN/2009 tanggal 9 Desember 2010, menolak permohonan peninjauan kembali (PK) tersebut dan mengeluarkan putusan Nomor 127 PK/TUN/2009 terkait izin mendirikan bangunan (IMB) GKI Yasmin.
Setelah itu, Wali Kota Bogor justru menerbitkan Surat Keputusan Nomor 645.45-137 Tahun 2011 tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin.
Alasan Wali Kota Bogor tidak mau mematuhi putusan MA adalah karena ditemukan indikasi pemalsuan tanda tangan oleh ketua RT setempat, Munir Karta, sebagai syarat mengajukan IMB gereja 2006 silam.
Ombudsman RI kemudian mengeluarkan rekomendasi dengan Nomor 0011/REK/0259.2010/BS-15/VII/2011 pada 8 Juli 2011 tentang pencabutan keputusan Wali Kota Bogor tersebut, tetapi tetap tidak ada tindakan dari Pemkot Bogor.
Sengketa justru semakin meruncing setelah keluarnya putusan MA. Sekelompok orang yang mengatasnamakan warga Bogor melakukan intimidasi, provokasi, pemblokadean jalan menuju gereja, hingga pelarangan jemaat untuk beribadah di GKI Yasmin.
Angin segar datang ketika Kota Bogor dipimpin wali kota baru, Bima Arya, sejak 2013. Ia berkomitmen untuk menyelesaikan konflik antara warga dan jemaat GKI tersebut.
Menurut Bima, banyak proses yang dilalui dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut, hingga akhirnya pada Juni 2021 pihak Pemkot menghibahkan lahan di Curug Mekar untuk dijadikan lokasi pembangunan gereja bagi jemaat GKI Yasmin.
Hibah lahan seluas 1.668 meter persegi itu kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan IMB yang diserahkan pada pengelola GKI Pengadilan, sebagai induk GKI Yasmin, hari Minggu kemarin.
“Dokumen IMB yang diserahkan itu tidak hanya simbol keabsahan, tetapi juga simbol dari kebersamaan, dan hasil kerja keras semua pihak dalam membangun komitmen dan menjalin keberagaman, melalui dialog, proses hukum, mediasi, musyawarah, yang seluruhnya berujuang pada diterbitkannya IMB,” ujar Bima.
IMB ini, kata Bima Arya, tidak didapatkan secara cuma-cuma melainkan melalui perjuangan dan proses panjang. Berdasarkan catatannya, ada sekitar 30 pertemuan resmi dan 100 pertemuan informal yang telah digelar demi mencari ujung penyelesaian. Oleh karena itu, ia berharap semua pihak harus dapat menjaga dan merawat keberagaman di Kota Bogor.
“Semangat kehidupan bermasyarakat ini harus kita jaga dan rawat bersama,” imbuhnya.
Pembangunan Dimulai Setelah punya lahan dan IMB baru, GKI Yasmin akhirnya resmi dibangun pada minggu kemarin. Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama di Jalan KH. Abdullah bin Nuh, Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Dalam kesempatan itu, Bima kembali menegaskan, semua tahapan dalam mendirikan tempat ibadah itu telah berjalan dengan baik. Hal ini, kata Bima, patut disyukuri oleh semua pihak karena sebagai proses pembelajaran untuk menguatkan toleransi ke depan.
"Dari hati yang paling dalam, kepada keluarga besar GKI saya mohon maaf karena momennya terlambat 15 tahun. Harusnya bisa lebih cepat sehingga jemaat bisa menjalani ibadah dengan tenang dan damai," kata Bima.
"Ini adalah hasil kebersamaan kita semua, tentu akan kita kawal tidak hanya berdiri dan diresmikan, tetapi selama gereja ini berdiri, selama itu juga kita kawal bersama kebebasan untuk menjalankan ibadah," lanjutnya.
Bima menyampaikan, pro kontra selama 15 tahun hingga awal pembangunan gereja tidak lepas dari ikhtiar mengedepankan edukasi, komunikasi, silaturahim, dan konsistensi.Ke depan, sambung Bima, akan banyak tantangan yang dihadapi, khususnya terkait pemahaman toleransi. Pasalnya, masih ada pihak yang belum paham tentang kerukunan beragama sehingga mudah terprovokasi.
“Insya Allah bukan hanya membangun satu gedung rumah ibadah, tetapi ini adalah membangun tatanan toleransi di negara Indonesia dengan berbasiskan kebersamaan. Untuk warga saya sampaikan terima kasih, kita kawal sama-sama hingga pada saatnya nanti kita kembali untuk meresmikan gedung gereja nanti," ungkapnya. (tum)